Jumat, 30 November 2012

Rasi Tak Jadi

Berdentam-dentam tak karuan
Akulah dia, darah yang tak bermuara di raga
Luruh di segala arah
Tak lelah coba lari dari takdir kaku nan nelangsa 


Ada yang tersekat di pikiranku:
Menimbang seribu kali jika harus membagi lara, sedang kalian pilu
Sebaiknya memang hanya lembar putih yang mengerti, 
Apa makna di balik aksara indah nan memukau mata
Dan tawa renyah tak ada habisnya

Jika mereka mengulurkan tangan,
Adalah cara lain peran menegaskan kemunafikan

Pesan-pesan itu kini mengejarmu
Seperti penawar yang menyembuhkan, namun terlalu banyak akan pula merobohkan
Mereka tak akan terurai satu-satu
Sebab merekalah gubahan panjang

Yang apabila kau pisahkan,
Bukan lagi kau

Bukan garismu

Jumat, 02 November 2012

Komedi Tragis Ala Medan

Pementasan Monolog “Nensi” di TBSU
Oleh: Yosi Abdian Tindaon


            Tak selamanya sebuah pertunjukan yang mengusung tema komedi hampir dapat dipastikan akan menampilkan sebuah akhir bahagia dan penuh kelucuan juga. Bisa jadi terjadi hal yang sebaliknya. Setidaknya hal itulah yang justru terjadi pada ”Nensi”. Berlangsung pada Sabtu, 13 Oktober 2012 di Gedung Sanggar Tari Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), Jalan Perintis Kemerdekaan No.33 Medan, monolog yang ditulis oleh Syahfitra Harahap dan Ronald Tarakindo Rajagukguk tersebut menampilkan sejumlah pelakon muda dari Sanggar Air Putih. Monolog ”Nensi” adalah produksi kedua dari sanggar yang diketuai oleh Haykal Abimayu ini, setelah sukses menggelar pementasan pertamanya pada Maret lalu dengan lakon Cipoa karya Putu Wijaya. Disutradarai oleh sang pemeran utama, Ronald Tarakindo Rajagukguk, monolog ini juga disemarakkan oleh para pemeran pendukung yakni  Kannegi, Rusdi, Putri Indah, Faisya, dan Kencol.
             Dijadwalkan akan dipentaskan pada pukul 19.30 WIB, nyatanya pementasan undur beberapa saat dikarenakan meluapnya penonton tak sebanding dengan daya tampung Sanggar Tari yang terbilang mini. Meski panitia dengan segala kerendahan hati telah menghanturkan maaf dan mengajukan solusi yang tak akan merugikan para penonton yang kadung membeli tiket –namun tak dapat duduk–, hal ini memang layak menjadi catatan bagi para pekerja seni pementasan untuk kedepannya dapat lebih jeli memperhitungkan kuantitas penonton dan kedaaan ruang pementasan demi mengurangi ketidaknyamanan dan terlambatnya waktu pementasan.

Ronald Tarakindo Rajagukguk sedang berlakon dalam 
Monolog ”Nensi”Sabtu, 13 Oktober 2012
di Gedung Sanggar Tari TBSU Medan

            Sebenarnya tidak ada tema yang begitu istimewa dan ”wah” pada pementasan monolog kali ini. Bercerita tentang seorang pemuda bernama Boynal yang mengakui dirinya sebagai seorang playboy dan berkisah perihal petualangan cintanya dengan banyak wanita. Suatu ketika  Boynal yang baru saja mengalami kekecewaan mendalam pada seorang wanita,  kembali bertemu dengan seorang kawan lamanya melalu social media. Setelah pertemuan mereka, sang pria  merasa jatuh hati kepada kawan lamanya yang bernama Nensi tersebut.  Sayang sekali karena di kemudian hari  Boynal  harus menerima kenyataan pahit bahwa Nensi telah bertunangan dengan pria lain. Selanjutnya sudah dapat ditebak, playboy yang tengah kena batunya itu kemudian patah hati dan depresi. Boynal lantas menghabiskan waktu dengan melakukan segala hal buruk dan menikmati kehidupan malam yang justru semakin membuatnya terperosok ke dalam jurang despresi yang kian kelam.

Minggu, 23 September 2012

Batas Mimpi

Diam hari seakan mengancam
Berderap di ujung pintu
Menghantar gelegar dan kilat menuju ritme kian suram

Mestinya kau pahami
Betapa ingin aku terhempas kembali pada masa itu
Saat hujan membisikkan tanda,
Sungguh aku dapat tinggal lebih lama
Demi menekurimu berkisah
Perihal persinggahan mimpi di sela petang

Terkenang seorang teman dengan angan reinkarnasi

Bila saja kita akan bernafas sekali lagi di kehidupan nanti,
Jadilah kau kekasihku

Nanti
Ketika hujan mereda
Tinggal gerimis tipis, menantang kita berlari ke jalan yang dibatasi sepi



Minggu, 27 Mei 2012

Seberkas Cahaya Anggun Itu Bernama Lilin


Malam ini aku akhirnya sadar,
Sebuah lilin bisa jadi secantik ini
Bergaun putih bersih, bermahkota merah menyala
Berdiri anggun tanpa terlihat lemah

Malam ini aku akhirnya sadar
Sebatang lilin bisa jadi secantik ini
Bukan pada sebuah jamuan mewah layaknya sinema
Namun di sudut ruangan kecil
Yang penuh sesak akan penat dan ricuhnya pemikiran tak hendak lenyap

Malam ini aku akhirnya merasa bahwa lilin
Ternyata salah satu yang berharga yang kupunya
Lewat kerlip kecilnya, ia telah mengajarkan aku bagaimana menjadi penerang
Dan sekaligus menjadi pedar yang memberangus kegelisahan

Malam ini, sebentuk lilin kecil
Menghanyutkan beberapa kecemasan
Seorang gadis yang rindu rumah
Dan belum juga terbiasa akan hujan yang bergemuruh

Aku ingin jadi lilin
Setidaknya bagimu
Yang gelisah dan cemas tentang apa saja
Yang gelap dan ditenggelamkan pekat

Aku ingin jadi lilin



Senin, 30 April 2012

Mencatat Derai Angin

Biar hanya aku yang menafsir sedalam apa luka menjalar, dan garam menyihirnya kian nanar

Seribu filsuf akan membuatmu bijak
Sejuta pujangga menangkap mozaik remah kata
Meracik nestapa
Menukar luka jadi hujan mimpi dan harap dalam ucap
Selaksa noktah mengendap di hati,
Bilakah jadi susunan larik memukau telinga yang mengirimkan teriakan pada mega? 

Tapi siapa diantara keduanya
Yang akan menerjemahkan duka dalam tawa yang membahana? 
Mengemasnya dengan kelakar? 
Menyibak satu singkap,
Seseorang memilih merayakan tangis dengan tawa renyah

Agaknya detik terlalu cepat untuk kita sekedar menghitung rasa takut dan gamang
Dan mesti terus membaca arah hidup bak sungai yang enggan dibendung, mencari muaranya
Kemudian jauh ke laut bebas
Kiranya kan kau pahami arti hidup setulus kau melepas canda

- Kawan adalah mereka yang kerap mengenalkanmu semacam cara yang membuat darahmu menggelegak,  hatimu kian mantap: sebuah semangat
Kawan yang baik juga akan mengajarimu cara terbaik melazadfkan elegi sebagai tawa

How the winds are laughing
They laugh with all their might
Laugh and laugh the whole day through
And half the summer's night… (Joan Baez - Donna Donna) 

Minggu, 08 April 2012

Di Dahan Yang Tak Hendak Retak

Meskipun secara "istilah" dan "konsep", saya lebih sering memutuskan hubungan dengan banyak orang
Namun sejujurnya saya lebih sering merasa ditinggalkan 

Dibalut ucap kaku nan dingin, senyum yang ku kira tak lagi menemui guna
Dengan begitu, aku tak akan menafsir kemungkinan kejatuhan selanjutnya

Aku mulai mengerti pola pikir mereka yang menepi, menikmati saja hidup yang mereka punya
Tapi siapa bisa membantah,
Sesiapa di dunia inginkan berakhir di titik luka...?


 

Sabtu, 10 Maret 2012

Di Sisa Hujan

Sebab kata-kata itu menjauh
Bersama tirisnya gerimis kemarin siang
Jika kau andaikan bait-baitku bak rinai hujan,
Inikah sebuah musim kering berkepanjangan?

Dan nama-nama yang berganti
Atau harus diganti?

Matahari yang kenalkanku hujan
Hanya memandang di kejauhan, aku lari ke tanah gersang
Hei, diam-diam aku membuat batasan sebelum nalarku semakin padam

Diam-diam terus kuredam
Aku mencinta matahari yang mendekap bulan

Selasa, 21 Februari 2012

Dialog Kabut: Hujan di Tepian Kaca

Beberapa kali waktu
Terjaga sebab beberapa bebunyian samar
Merembes dari arah jendela



Suara tetesan itu adakalanya nyaring
Lain waktu terasa mencekam
Menyempurnakan sepi
Meningkahi dingin merasuk diam-diam

Hujan dan kaca
Berdua
Menjadikan kabut di jendela:
Aku tak bisa melihat
Ke luar sana

Senja Tak Terbaca

Senja, satu kali di Desember

Bermula dengan garis sejajar
Menikung
Membentuk pola
Lantas huruf hidup



Temaram adalah malam yang mengulurkan tangan
Bulan menyingkap, seperti ingin tahu
Apa gerangan yang membuat dia memberi tapal pembicaraan ?
Ataukah langit telah lebih dulu merajahkan
Lakon tentang kitab yang tak punya terjemahan ?

Ini kali bukan trilogi kisah waktu lalu
Yang di ruas-ruasnya ada pahlawan cerita
Super hero dalam skenario
Hingga
Tak jarang meriak senyum di ke-diaman
Pun penasaran tak berkesudahan

Mungkin hanya seberapa kelompok kata
Berulang kali diulang mencari pemaknaannya
Seribu kali kuguratkan peran,
Tak menepis kenyataan:

Tak tergambarkan