Minggu, 27 Desember 2009

1 hal, kusebut dia kebencian

"tapi dia g mw bhas kamu..."

sbris kata yg bsa meleburkan kcamuk di dada

tak terelak kini remuk redam berasa

menambah 0bjek dgn p0sisi kebencian

membaur brsama darah d skujur tubuh

apakah kw ktakn jg kta2 itu untuknya?!
apakah kw nyanyikan jg lgu itu untuknya?!
apakah kw janjikan juga smua mimpi itu padanya?!


hei,
katakanlah..
bcaralah..
beritahu aq wlwpn skit rasaku

sadari kw menciptaku mnjdi sosok dgn penuh kebencian!
dgn b0ngkahan marah yg siap kulempar pd siapa saja mski tak seharusnya!


dn apakah hrus aku hdup dgn sluruh kbncian ini besertaku?
atw hrus ku tertawakan saja agar tak bgtu menghancurkan?

ku tertawakan demi meredam?

ku tertawakan agar tak mer0b0hkan?


dn agar aq tak selalu dlm pesakitan...
maka bnar2 akn ku tertawakan...

sampai hilang ditikam jam,
atau kubawa mati sekalian...

Rabu, 05 Agustus 2009

Tak Terlihat

sajak mati mengutuk bumi
manakala duka paling nestapa
kau t0reh dengan pena darahmu
ini mungkin dendam yang terucapkan
kebekuan tak temukan jalan peluruhan
hisap seluruhku
lihat
lihat
dia ukir sajak dendam di dinding zaman yang tak perdulikan
ucap sinis sang pujangga
ah,apalah artinya...
mega tetaplah luas
bumi bukannya setapak
yang dendam hanya secuil dr seruah
meski yang pasti ini ungkapan jiwa

Antara Kita

nyatakah begitu rendah?
manakala aku sebagai lakon kakunya...?
benarkah begitu hina?
diantara kita bertiga,
siapakah yg paling salah?
kau...
dia...
atau aku...?
nyatakah begitu rendah?

aku resah,
tak kutemukan kata-kata indah untuk benarkannya....

Minggu, 12 Juli 2009

Suatu Akhir

AKHIR



Semua pergi begitu saja,
seakan ruang ini tak pernah ada
aku,
kau,
dan
mereka

kita..........

takkan pernah tau apa yang ada disana,
hingga saat menutup mata.................

Rabu, 10 Juni 2009

Bom Waktu : Bahasa Indonesia Dipandang Sebelah Mata

“ Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia “

Bahasa Indonesia diikrarkan dan disebut sebagai bahasa persatuan, jati diri dan citra bangsa Indonesia. Akan tetapi, pada kenyataannya Bahasa Indonesia kerap kali dipandang sebelah mata oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, kecuali segelintir pemerhati bahasa. Disadari atau tidak, kerusakan bahasa terjadi di berbagai lapisan dan elemen masyarakat. Kerusakan bahasa dapat ditemui dalam berbagai bidang. Baik dalam bidang ekonomi, politik, bahkan pendidikan sekalipun.

Bahasa Indonesai memiliki sejarah panjang, bahkan lebih panjang dari usia negara ini. Bahasa Indonesia lahir pada 2 Mei 1926 di Batavia pada saat Kongres Pemuda I diadakan. Pada saat itu bahasa Indonesia untuk pertama kali disebut dan jadi bahan perdebatan para pemuda Indonesia. Jika dihitung, maka usia bahasa Indonesia sudah mencapai 82 tahun. Bahasa Indonesia lama sendiri berasal dari bahasa Melayu. Sedangkan Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang berasal dari bahasa Melayu, bahasa asing dan bahasa daerah. Sejak dicetuskannya bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, lalu UUD 1945 menetapkannya sebagai bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hampir seluruh bidang masyarakat memandang sebelah mata terhadap bahasa Indonesia. Kerusakan bahasa ditemukan dimana-mana, baik dalam penggunaanya secara lisan maupun tulisan. Hal ini didapati pada bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan banyak bidang lainnya. Dalam bidang ekonomi misalanya, banyak sekali didapati iklan-iklan memakai penggunaan bahasa Indonesia yang salah yang beralasan untuk “ mengikuti selera pasar “. Dan bila ditinjau lebih lanjut, sepertinya akan dapatmenghilangkan kosakata asli. Pada bidang sosial kerap kali kita temukan kesalan dalam penggunaan bahasa. Media televisi sebagai sarana penyaji informasi dan hiburan kepada masyarakat sering sekali menggunakan ejaan, kosa kata dan tata kalimat yang salah. Padahal tentu kita sama-sama mengetahui bahwa media ini adalah media yang sanagt dekat dengan anak. Maka terjadilah hal yang sangat buruk, yaitu sang anak mendapatkan pendidikan bahasa yang salah. Seharusnya sejak dini anak harus diajarkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik benar. Pada bidang politik, para pejabat dengan luwesnya menggunakan bahasa asing dalam berbagai situasi. Entah mereka sadari atau tidak, mereka telah melakukan perusakan terhadap bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sendiri masih dalam tahap pembinaan dan perkembangan. Alangkah buruknya jika kedudukannya tergeser oleh bahasa asing. Sebaiknya para pejabat tidak menggunakan bahasa asing dalam komunikasi mereka terlebih terhadap masyarakat awam, sebab penggunaannya pada akhirnya akan menimbulkan kebingungan bahkan kesalah pahaman dalam penafsiran. Dalam bidang pendidikan sendiri, bahasa Indonesia dianggap sebagai persyaratan kelulusan semata. Sebab mata pelajaran ini adalah mata pelajaran pokok pada setiap jenjang pendidikan mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Para siswa hanya terpacu untuk mendapatkan nilai yang bagus pada maata pelajaran ini, namun dalam hal penguasaan pemakaian bahasa Indonesia yang baiak dan benar kerap kali terlupakan. Hal ini dipicu oleh kurikulum sekolah yang hanya menekankan pembelajaran pada ilmu kebahasaan dan mengenyampingkan pengajaran berbahasa yang baik dan benar dalam keseharian para siswa.

Banyak faktor yang membuat masyarakat memandang bahasa Indonesia dengan sebelah mata. Yang pertama, masyarakat merasa tidak perlu untuk mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mereka merasa pemakaian bahasa seperti itu ( bahasa baku ) hanya akan merepotkan dan cenderung menimbulkan kesan kaku pada proses komunikasi ( pemikiran masyarakat awam ). Yang kedua, masyarakat menilai bahwa bahasa Indonesia tidak memiliki nilai ekonomi seperti halnya bahasa asing ( contoh : bahasa Inggris ). Kenyataan tersebut ditemui ketika masyarakat berhadapan dengan dunia pekerjaan dimana banyak perusahaan asing yang mengutamakan penguasaan bahasa asing tinimbang bahasa Indonesia. Kita tidak akan menjumpai tes kecakapan berbahasa Indonesia saat test atau wawancara melamar pekerjaan, melainkan tes kecakapan berbahasa asing. Yang ketiga, masyarakat telah “ asyik “ dengan penggunaan bahasa daerah dengan komunitas sosialnya. Sehingga penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar bukanlah suatu keharusan. Dalam hal ini bahkan mereka menganggap pembelajaran dan penggunaan bahasa yang baik dan benar cenderung merepotkan.

Tidak mengherankan jika suatu waktu, seseorang yang merasa “ tidak berkepentingan “ dengan bahasa Indonesia melontarkan perkataan pertanda memandang remeh terhadap orang-orang yang bergelut dalam bidang akdemik atau pembelajaran Bahasa Indonesia . Dengan mudah akan muncul perkataan “ bahasa Indonesia sudah dipelajari sejak lahir, untuk apa diperdalam lagi ? “. Demikian pemikiran kebanyakan orang yang saya temui. Banyak lagi macam-macam perkataan dengan nada yang sama saya dengar ketika mereka tahu saya belajar di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sungguh pemikiran yang sangat dangkal sebab mereka hanya mengetahui dan mengenal bahasa Indonesia sebatas mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain secara bebas dan lancar. Tentu saja tanpa berurusan dengan tata bahasa baku, ejaan yang benar, kosa kata yang tepat dan banyak lagi aturan dalam berbahasa baik secara lisan maupun tulisan. Padahal, aturan ketata bahasaan tersebut harus tetap dilestarikan dan dijaga agar kerusakan lebih parah pada bahasa Indonesia dapat ditanggulangi. Atau bahkan dengan menekankan pengajaran berbahasa Indoinesia dengan baik dan benar pada generasi muda mungkin saja kerusakan pada bahasa Indonesia dapat ditanggulangi.

Kesalahan berbahasa adalah kesalahan yang dianggap lumrah dan tidak akan mendapat hukuman. Seseorang yang melakukan kesalahan berbahasa dalam komunitas sosialnya yang “ berpaham “ sama akan terus-menerus melakukan kesalahan yang sama. Tidak sama dengan tindakan kriminal, kesalahan dalam berbahasa tidak akan mendapat sanksi yang konkret. Kita tidak akan dipenjara seperti halnya para koruptor manakala kita melakukan kesalahan dalam berbahasa baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Hal demikian tentu saja semakin memicu kerusakan bahasa disana-sini.

Bahasa menunjukkan bangsa. Kalimat tersebut dapat menjabarkan banyak hal. Bermacam-macam pemikiran timbul di benak kita. Beberapa diantaranya yaitu bahasa sebagai identitas bangsa, sarana pencitraan bangsa, serta jati diri suatu bangsa. Dimana dalam hal ini, bahasa Indonesia yang kita usung sebagai bahasa persatuan merupakan pencitraan diri kita di mata dunia. Mengutip pendapat Anderson bahwa ( Imagined communities : reflections on the origins and sread of nationalism, 1991 ) atau “ komunitas terbayang “. Maka jelas sekali dikatakan bahwa bahasa merupakan alat pemersatu dan pencitraan bangsa.

Kenyataan tak seindah yang kita bayangkan. Walau diusung dan diikrarkan sebagai bahasa persatuan dan citra diri di mata dunia, bahasa Indonesia dianggap remeh dan mengalami kerusakan di sana-sini. Jauh dari makna dihargai, bahasa Indonesia justru dipandang sebelah mata. Sebagian besar masyarakat terkesan tidak ambil pusing dengan masalah ini. Sementara itu, secara perlahan-lahan bahasa Indonesia mengalami “ kelunturan “ karena ketidak sadaran, kebodohan, ketidak pedulian, atau bahkan kemalasan kita sendiri. Lantas, setelah menemukan “ bom waktu “ ini, apa yang akan kita lakukan ? Apakah kita akan tetap memandang bahasa Indonesia sebelah mata ?