tag:blogger.com,1999:blog-90326610058870118712024-03-14T01:50:26.238-07:00Senja,Wangi Hujan Dan FrasaBeberapa tulisan berupa artikel bahasa, esai pertunjukan dan puisi yang saya tulis. Bukan tulisan yang cukup bagus, sehingga butuh komentar dari pembaca. Terimakasih telah berkunjung !Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.comBlogger32125tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-29653948598841117812015-03-25T00:42:00.000-07:002015-03-25T00:42:19.167-07:00Super Bablas: Dekadensi Paradigma dan Kelatahan yang Serta Merta<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Oleh : Yosi Abdian Tindaon </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> Belakangan ini
wacana mengenai boyband Korea SuJu (Super Junior) tengah ramai dibicarakan.
Wajar saja, beberapa waktu yang lalu, Super Junior baru saja melakukan konser
yang bertajuk SuperShow4 di tanah air, tepatnya di Jakarta. Berbagai media,
baik cetak maupun elektronik gencar memberitakan mereka. Bahkan sebagian besar
pengguna beberapa situs jejaring sosial yang mendunia seperti facebook dan
twitter sering mengangkat mereka sebagai tema pembicaraan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw5kXK39HHU-bhdcLDZUuXe8VJp_8QTMWYGJV5pZaBKnoagQifCO0E-8pUkjcuwiXO1_0Es83ncu2Uvuec9-n-i2Kiui5kNgR6PnImSgbj2DfMhw-AVdr-u0HaT8TDmlCajpCAWtQOXpda/s1600/wpid-image2.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw5kXK39HHU-bhdcLDZUuXe8VJp_8QTMWYGJV5pZaBKnoagQifCO0E-8pUkjcuwiXO1_0Es83ncu2Uvuec9-n-i2Kiui5kNgR6PnImSgbj2DfMhw-AVdr-u0HaT8TDmlCajpCAWtQOXpda/s1600/wpid-image2.jpeg" height="278" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> Beberapa hari yang lalu saya sedang
menyimak timeline, tanpa sengaja membaca perdebatan sengit antara para fans
fanatik SuJu dengan sebuah akun twitter yang menerbitkan beberapa foto dan
menuliskan beberapa posting yang
menyatakan bahwa para personel SuJu adalah sekumpulan gay. Pasalnya, di
berbagai situs tengah ramai dibicarakan perilaku yang menyimpang dari para
personel SuJu yang terdiri dari sembilan lelaki berpenampilan dandy ini. Iseng-iseng
dan penasaran, saya kemudian menelusuri perdebatan sengit itu dan juga menilik
beberapa foto yang diterbitkan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> Apa yang saya dapatkan dari hasil
penulusuran itu kemudian adalah sangat memprihatinkan. Seorang fans fanatik
SuJu yang biasanya disebut ELF, menuliskan “Kalian tidak mengerti adat dan
budaya korea, jadi lebih baik tidak usah bicara”. Ironis, seorang generasi muda
Indonesia ternyata jauh lebih mementingkan adat dan budaya Korea tinimbang adat
dan budaya bangsa sendiri. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"></span></div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="line-height: 150%;">Membela dan terkesan ngotot akan pendapat mereka
bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan SuJu dengan berciuman dengan sesama
personel adalah hal yang lumrah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span lang="EN-US">Pergeseran Pola Pikir<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> Segala macam hal yang berbau Korea
nampaknya memang tengah mewabah di tanah air. Hal ini terlihat dari munculnya
bebagai grup musik yang berkiblat serta
meniru <i>boyband</i> dan <i>girlband</i> korea. Baik lelaki maupun perempuan berdandan
sedemikian rupa dan menyayi sambil menari di layar kaca. Liriknya didominasi
tema percintaan dan segala hal yang menyangkut kaum muda. Tidak hanya itu, gaya
berbusana ala Korea pun tengah marak dan membanjiri pasaran. Penjualan pakaian
secara online akan lebih diminati jika mereka mencantumkan embel-embel “ala
Korea” atau “buatan/ diimpor dari Korea”. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> Para remaja kerap menggunakan bahasa
Korea untuk saling sapa di berbagai <i>social-media</i>,
namun tampaknya kurang memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia mereka yang
terkesan serampangan dan “semau gue” tanpa mengingat kaidah bahasa Indonesia. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> <b>Air tenang, menghanyutkan.</b> Begitulah
kira-kira perumpamaan lama yang dapat merepresentasikan kedaan generasi saat
ini. Dekadensi paradigma yang ekstrim terjadi dalam waktu yang singkat. Tanpa
disadari, jiwa kebangsaan terkikis bersama dengan vokalnya para remaja
melafalkan segala hal yang berkaitan dengan korea. Baik aktor atau aktris,
film, serial, musik, dan selera berpakaian. Pada saat yang sama gedung-gedung
pertunjukan seni dan budaya local kian sepi. Pementasan teater yang “lebih
Indonesia” terpinggirkan. Penggunaan bahasa Indonesia dengan kesalahan yang fatal
kian banyak ditemukan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"> Perlu adanya <i>filter </i>bagi diri para generasi muda dalam menerima kebudayaan lain.
Misanya para personel <i>boyband</i> -yang
kerap mempertontonka aksi saling berciuman di atas panggung- yang diklaim para
penggemar mereka sebagai salah satu adat dan budaya Korea, jelas sangat
bertentangan dengan adat dan budaya kita. Generasi muda perlu membentengi diri
mereka dari budaya luar agar mereka tidak kehilangan “keindonesiaannya”, sehingga
tidak perlu menggunakan nama akun <i>sosial-media
</i>dengan nama-nama asing untuk mengekspresikan kecintaan mereka terhadap
segala sesuatu yang asing dan belum tentu baik. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US"><i>*Penulis adalah seorang mahasiswa Pendidikan Profesi Guru jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia</i></span></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-528003415635234222015-03-24T23:51:00.001-07:002015-03-24T23:55:04.464-07:00Tentang Gie 2Jadi<br />
<br />
Apa yang kau dapati, kawan <br />
<br />
Dalam lesapan massa menjauh<br />
<br />
Di keheningan alam kian remang<br />
<br />
Serta beku jalanan <br />
<br />
Perlahan menularkan bisikan,<br />
<br />
Mereka lapar dan kedinginan<br />
<br />
Bersantap kelam, menelan kedukaan<br />
<br />
<br />
<br />Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-79232209208479011382015-03-16T19:25:00.001-07:002015-03-16T19:25:56.891-07:00Tentang Gie 1<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Seorang lelaki
berkeras hati</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Menantang arus
dan angin segala lini</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Ia masih</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Seorang lelaki
berlangkah pasti</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Dengan pena
setajam api</span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Berangkat
padamkan tirani</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8KjxqkeJ-_dFYkwBFRLE-lxSnXfWlPi2m0bhZPQELe3YI-ZX85qoqtxCCV8ezDK70rDLlpMXy7NQVxkqrJzwIvWEG0wKdkah21sSkivwAZ5Abqc0L4n1SrB4Anq6ia3JAE5Nefkyjjgyp/s1600/soe-hok-gie1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8KjxqkeJ-_dFYkwBFRLE-lxSnXfWlPi2m0bhZPQELe3YI-ZX85qoqtxCCV8ezDK70rDLlpMXy7NQVxkqrJzwIvWEG0wKdkah21sSkivwAZ5Abqc0L4n1SrB4Anq6ia3JAE5Nefkyjjgyp/s1600/soe-hok-gie1.jpg" height="303" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><br /></span></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-30037319196788712762015-03-08T01:44:00.002-08:002015-03-08T03:51:09.158-07:00Menjenguk Kata<br />Di matamu ada puisi<br />Wujud frasa panjang<br />Yang sulit kupahami<br /><br /><br />Dan tak akan pernah selesai kubaca<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-29271664885408099552013-06-19T23:56:00.000-07:002013-06-19T23:58:17.740-07:00Lisan Partisan<br />
<div class="MsoNormal">
Apa kiranya yang menguap</div>
<div class="MsoNormal">
Dari mulut tuan, </div>
<div class="MsoNormal">
Selain gombal usang</div>
<div class="MsoNormal">
Ihwal perubahan dan kemakmuran</div>
<div class="MsoNormal">
(menari di awang-awang)</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Atau mungkin sajian</div>
<div class="MsoNormal">
Konflik seratus babak</div>
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">Lakon
mulut rampus sesama partisan</span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghm1dFEE8kEzkGLN8mEFfUkCKIe268N3XRftS3JjAbTTGVxkiqftnwK3g8RzSLEIqIUSQAXyIrtQsnt_WhJyClY-ai34Y9jmtzXgbriXTEVsx9at-AMpAkQ2CY1K12BD8D3c11a-bJ7z1O/s1600/560924_484557434905823_62992068_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghm1dFEE8kEzkGLN8mEFfUkCKIe268N3XRftS3JjAbTTGVxkiqftnwK3g8RzSLEIqIUSQAXyIrtQsnt_WhJyClY-ai34Y9jmtzXgbriXTEVsx9at-AMpAkQ2CY1K12BD8D3c11a-bJ7z1O/s320/560924_484557434905823_62992068_n.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;"><br /></span>Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-5334003012936484512013-03-18T23:51:00.002-07:002013-03-18T23:58:25.912-07:00Gempita KuasaLayar kaca riuh<br />
Akan segala macam perdebatan<br />
Tentang siapa benar, siapa salah<br />
Propaganda tersembunyi di sela<br />
<div>
Tawa dan komentar yang membusungkan dada sendiri<br />
<br />
Merdeka atau mati?<br />
Sekarat!<br />
Nyaris tercekik tangan sendiri<br />
<br />
<br /></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-7793712287906962772013-02-24T18:30:00.002-08:002013-03-19T00:02:24.263-07:00Sajak di KeheninganTerpentalkah aku, Tuhan?<br />Dalam dunia yang aku sendiri tak kenali<br /><br />Tersesatkah aku,<br />Mengeragap dalam wadah yang asing<br />Jatuh ditelan kegugupan sendiri menghadapi imajinasi ini? <br /><br />Salahkah aku, <br />Bila tak kutelan segala bisa di sebentuk cawan<br />Ketika dia memintaku bersulang merayakan malam?<br /><br />Beri aku airmata,<br />Kerontang sudah penglihatanku akan gemerlap dunia<div>
<br /></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-47578961432358320692013-01-12T22:13:00.000-08:002015-03-25T00:19:59.149-07:00Eksistensi: Tak Sekedar Intensitas dan Dinamika<b>Pementasan Drama “Cinta yang Membunuh”<br />Oleh: Yosi Abdian Tindaon</b><br />
<div>
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kiranya minat penonton akan lakon berbau komedi memang tengah meningkat tajam belakangan ini. Terlebih bagi kaum muda yang cenderung kurang menyukai hal-hal dengan keseriusan berlebih. Hal ini juga yang mungkin menjadi salah satu alasan Kelompok Seni Rumah Kata mementaskan sebuah lakon komedi musikal yang berjudul “Cinta yang Membunuh”. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTDJdHylw6-4Nd6s4fC_ZT9wQp9fkGMdi3Ao2o5HmLnmlJqPmUMa9rE_D_pTDxgW-SIiDZR03xlbu32-o87VXJByOiy3pLuXmctp2Q_k8V-pnZfITVCcDqRrtODNmG63hf9kOC2WjTKRMX/s1600/Cinta+yang+Membunuh+1+-+Copy.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTDJdHylw6-4Nd6s4fC_ZT9wQp9fkGMdi3Ao2o5HmLnmlJqPmUMa9rE_D_pTDxgW-SIiDZR03xlbu32-o87VXJByOiy3pLuXmctp2Q_k8V-pnZfITVCcDqRrtODNmG63hf9kOC2WjTKRMX/s400/Cinta+yang+Membunuh+1+-+Copy.JPG" height="300" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">Lakon</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">“Cinta yang Membunuh”</span><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;"> pada </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">Sabtu 22
Desember 2012 di </span><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">Gedung
Utama TBSU Medan. </span></i></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berlangsung pada Sabtu, 22 Desember 2012 di Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), Jalan Perintis Kemerdekaan No.33 Medan pada pukul 20.00 WIB, pementasan kali ini berlangsung atas kerja sama antara Rumah Kata dengan Maimmoen Stage. Pementasan dengan naskah karya Idris Siregar dan disutradai oleh Dendy Risnandar ini menampilkan wajah-wajah baru pelakon muda seperti Yasholta Purba, Feri Sahdan, T. Mirza D, M. Maskur, Agus Budianto, Rahayu, Syafrizal Efendi , M. Imam Fadi, Alinuddin Siregar dan lain-lain. Jalannya cerita juga diisi beberapa lagu ciptaan Idris Siregar yang dibawakan dengan apik oleh Hartika Sri utami Saragih. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Cinta yang Membunuh” bercerita tentang kehidupan anak muda pada umumnya dan tentu tidak jauh dari perihal asmara. Amelia –yang diperankan oleh Yasholta Purba– dan Ganesh –yang diperankan oleh Feri Sahdan– menjalin kasih dalam waktu yang telah cukup lama. Hubungan mereka mulai menemui perubahan yang drastis ketika suatu waktu Amelia harus pulang ke rumah untuk menjenguk ibunya yang tengah sakit parah. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak dinyana, Amelia kemudian jatuh hati pada seorang lelaki bernama Joni –yang diperankan oleh T Mirza D–. Pasalnya Amelia begitu simpatik pada Joni yang berbaik hati membantu dia dan ibunya melunasi hutang mereka yang membengkak pada rentenir. Demikian juga Ganesh yang mulai kesal dan bingung akan perubahan Amelia, mulai berkenalan dan menjalin kedekatan dengan gadis lain. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika Joni dan Amelia hendak meresmikan hubungan mereka menuju jenjang yang lebih serius, pada saat itu pula hadir Ganesh yang mulai kalap dan terbakar emosi menghadapi kenyataan itu. Terjadi pertengkaran hebat di antara mereka bertiga. Hingga pada akhirnya Amelia mendapati kenyataan pahit bahwa Joni hanya menganggapnya sebagai alat untuk membalaskan dendam persaingan yang telah lama terjadi antara Joni dan Ganesh. Amelia yang berpikir bahwa Joni tulus mencintainya pun kecewa luar biasa. Terlebih saat Joni kemudian hanya menilai dan mengaitkan segala hal yang terjadi dengan sejumlah materi yang telah dicurahkannya pada keluarga Amelia. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai sebuah drama musikal sesungguhnya “Cinta yang Membunuh” justru menunjukkan garis jelas pembeda lakon dan musik. Bagaikan minyak dan air, musik dan lakon yang ditampilkan sayangnya tidak terlihat menyatu. Hal ini dikarenakan lagu dan musik cenderung ditampilkan ketika pergantian babak cerita. Pada beberapa bagian juga terlihat ketidaksinkronan antara lirik lagu yang dinyanyikan dengan ilustrasi adegan pada panggung. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketidaksinkronan kian menjadi ketika beberapa pelakon menari di atas panggung dengan gerakan modern dance. Bagian ini dirasa kurang memiliki kesinambungan dengan jalannya cerita. Bahkan kenekatan salah seorang penari yang nampaknya kurang menguasai gerakan ikut berlenggok di panggung sungguh menjadi penegasan ketidaksinambungan adegan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedangkan sebagai sebuah drama yang bergenre komedi, “Cinta yang Membunuh” dapatlah diacungi dua jempol untuk ledakan tawa penonton yang mendominasi jalannya pementasan. Dengan cerdiknya adegan-adegan serius kerap diselipi komedi yang mengundang gelak. Seperti adegan ibu Amelia yang tengah sakit mendadak meringis seperti mengalami kesakitan yang luar biasa justru karena kakinya terinjak oleh Joni. Juga beberapa lawakan yang berbahan pelesetan beberapa iklan televisi yang telah populer di telinga penonton menghasilkan riuh tawa dalam gedung pementasan. Tak lupa pilihan dan cara berbusana para pelakon yang banyak nyeleneh secara tidak langsung membumbui kelucuan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun bukan tanpa cela. Beberapa adegan yang direncanakan sebagai adegan komedi terasa sedikit memaksa dan berlebihan. Seperti adegan Amelia yang menyuapi ibunya hingga sang ibu tersedak-sedak dan memuntahkan kembali makanannya justru lebih terlihat mengganggu dibandingkan lucu. Demikian juga adegan dua orang preman yang mengancam Ganesh dengan secara gamblang di beberapa bagian menunjukkan adegan pemukulan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada beberapa adegan terlihat para pelakon tidak sadar akan kehadiran lampu sorot dan memubazirkan pencahayaan pada panggung. Ditambah lagi perangkat pementasan yang digunakan para kru kurang tertata rapi. Pantulan cahaya perangkat audio visual yang terkadang luput dari pengaturan membuat perhatian penonton terpecah pada layar ilustrasi dan panggung pementasan. Agaknya harapan awal para penonton –yang kecewa karena jadwal pementasan undur selama tiga puluh menit–, bahwa keterlambatan akan terbayar dengan keutuhan lakon yang elok pun pupus. Justru sebelum pementasan dimulai dengan keadaan layar pentas terbuka lebar, beberapa kali pelakon hilir mudik melakukan persiapan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manalah mungkin ada asap tanpa ada api. Kekurangutuhan lakon pada pentas mungkin saja disebabkan para pelakon muda belum lagi memiliki jam terbang yang cukup tinggi. Namun ada alasan tersendiri pementasan kali ini dibintangi oleh para pelakon muda. Rumah Kata dalam usahanya untuk menghidupkan ekspresi berkesenian di kota Medan, selain dengan pilihan genre pementasan yang dianggap dapat menarik perhatian penonton, juga merekrut dan mengajak para pelakon muda untuk unjuk kebolehan berakting di atas pentas. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebuah hal yang patut disoroti memang. Sebab belakangan ini kerap marak pemberitaan betapa kaum muda cenderung menghabiskan waktu luang dengan berbagai kegiatan yang kurang patut. Misalnya dengan kebut-kebutan di jalan raya bersama kelompok motor tertentu, penggunaan dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang, tawuran antar kelompok, pergaulan bebas, dan banyak kegiatan negatif lainnya. Berkesenian, khususnya berlakon di atas pentas memang layak dijadikan pilihan kegiatan yang tepat untuk menghabiskan waktu luang. Kegiatan yang juga tentunya dapat menggali dan mengembangkan potensi berkesenian yang terdapat pada masing-masing kaum muda. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejatinya sebuah panggung tak pernah pandang bulu. Tak peduli siapapun yang tengah berlakon di atasnya, dituntut untuk senyawa dengan tampilan panggung dan cerita. Apakah dia pelakon muda atau maestro pertunjukan, tentu menuai tuntutan yang sama. Terlepas dari minimnya jumlah penonton, ketika para pelakon telah berdiri di atas panggung, maka kewajiban mereka dan para kru pementasan adalah memberikan suguhan terbaik. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Niat yang baik saja memang tidaklah pernah cukup. Oleh karena itu keseriusan yang lebih dan persiapan yang matang perlu dilakukan sebelum sebuah cerita dipentaskan. Pun begitu, apresiasi yang tinggi tetap layak diberikan pada Rumah Kata dan Maimmoen Stage sebagai komunitas yang masih terbilang muda dalam upaya mereka untuk memasyarakatkan seni, terlebih pada kaum muda. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penulis adalah penikmat seni pertujukan.<br />
<i><br /></i>
<i>-Waspada, Minggu, 30 Desember 2012</i></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-84804495851765032622012-11-30T18:17:00.000-08:002012-11-30T18:17:00.583-08:00Rasi Tak JadiBerdentam-dentam tak karuan<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Akulah dia, darah yang tak bermuara di raga</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Luruh di segala arah</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lelah coba lari dari takdir kaku nan nelangsa </div>
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilHh1X27Or_4UGQLtvWaVZQpI75IdtL_PnL4CIqkZ0-1gRo1niZGIdzIUi2BURkp4BzoicpD7Gj1g5ByCZYUOe2I5Kw2s_iFmT53HLtFK2H7madQVHFPhO7iE37uLYTF2oHRES8NeFrjju/s1600/bulan-bintang1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilHh1X27Or_4UGQLtvWaVZQpI75IdtL_PnL4CIqkZ0-1gRo1niZGIdzIUi2BURkp4BzoicpD7Gj1g5ByCZYUOe2I5Kw2s_iFmT53HLtFK2H7madQVHFPhO7iE37uLYTF2oHRES8NeFrjju/s320/bulan-bintang1.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Ada yang tersekat di pikiranku:</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menimbang seribu kali jika harus membagi lara, sedang kalian
pilu</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebaiknya memang hanya lembar putih yang mengerti, </div>
<div style="text-align: justify;">
Apa makna di balik aksara indah nan memukau mata</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan tawa renyah tak ada habisnya</div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jika mereka mengulurkan tangan,</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Adalah cara lain peran menegaskan kemunafikan<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pesan-pesan itu kini mengejarmu</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Seperti penawar yang menyembuhkan, namun terlalu banyak akan
pula merobohkan</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mereka tak akan terurai satu-satu</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebab merekalah gubahan panjang</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Yang apabila kau pisahkan,</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bukan lagi kau</div>
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">Bukan
garismu</span></div>
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">
</span>Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-21956397967859510332012-11-02T04:09:00.000-07:002015-03-25T00:04:10.439-07:00Komedi Tragis Ala MedanPementasan Monolog “Nensi” di TBSU<br />
<i>Oleh: Yosi Abdian Tindaon</i><br />
<i><br /></i>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="FI"> </span></b><span lang="FI">Tak selamanya sebuah pertunjukan yang
mengusung tema komedi hampir dapat dipastikan akan menampilkan sebuah akhir
bahagia dan penuh kelucuan juga. Bisa jadi terjadi hal yang sebaliknya.
Setidaknya hal itulah yang justru terjadi pada ”Nensi”. Berlangsung pada Sabtu,
13 Oktober 2012 di Gedung Sanggar Tari Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), </span><span lang="SV">Jalan Perintis Kemerdekaan No.33 Medan, monolog
yang ditulis oleh Syahfitra Harahap dan Ronald Tarakindo Rajagukguk tersebut menampilkan
sejumlah pelakon muda dari Sanggar Air Putih. Monolog ”Nensi” adalah produksi
kedua dari sanggar yang diketuai oleh Haykal Abimayu ini, setelah sukses menggelar
pementasan pertamanya pada Maret lalu dengan lakon Cipoa karya Putu Wijaya. Disutradarai
oleh sang pemeran utama, Ronald Tarakindo Rajagukguk, monolog ini juga disemarakkan
oleh para pemeran pendukung yakni
Kannegi, Rusdi, Putri Indah, Faisya, dan Kencol.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Dijadwalkan akan dipentaskan pada pukul 19.30
WIB, nyatanya pementasan undur beberapa saat dikarenakan meluapnya penonton tak
sebanding dengan daya tampung Sanggar Tari yang terbilang mini. Meski panitia
dengan segala kerendahan hati telah menghanturkan maaf dan mengajukan solusi
yang tak akan merugikan para penonton yang kadung membeli tiket –namun tak
dapat duduk–, hal ini memang layak menjadi catatan bagi para pekerja seni
pementasan untuk kedepannya dapat lebih jeli memperhitungkan kuantitas penonton
dan kedaaan ruang pementasan demi mengurangi ketidaknyamanan dan terlambatnya
waktu pementasan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="SV"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPXxEjhiop5Pcn-ruQlekvngL86O29XdBPaM0AZT-XyNyRf6LEIMhyWSnNTbYSIh66U7x7BZgT8oM4M9Ha_fM8vML-JL3Nm3y6O0CnD5V6cn5vfPA5nJKeOOtSTwfbK0eejH2qD3kpcc_5/s1600/SAM_1211.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPXxEjhiop5Pcn-ruQlekvngL86O29XdBPaM0AZT-XyNyRf6LEIMhyWSnNTbYSIh66U7x7BZgT8oM4M9Ha_fM8vML-JL3Nm3y6O0CnD5V6cn5vfPA5nJKeOOtSTwfbK0eejH2qD3kpcc_5/s400/SAM_1211.JPG" height="300" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span lang="SV"><span lang="SV"><i>Ronald Tarakindo Rajagukguk<b> </b>sedang berlakon dalam<b> </b></i></span></span><br />
<i><span lang="SV"><span lang="SV"><b>Monolog ”Nensi”</b>, </span></span>Sabtu, 13 Oktober 2012</i><br />
<i>di Gedung Sanggar Tari TBSU Medan</i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"><span lang="FI"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Sebenarnya tidak ada tema yang
begitu istimewa dan ”wah” pada pementasan monolog kali ini. Bercerita tentang
seorang pemuda bernama Boynal yang mengakui dirinya sebagai seorang <i>playboy </i>dan berkisah perihal petualangan
cintanya dengan banyak wanita. Suatu ketika
Boynal yang baru saja mengalami kekecewaan mendalam pada seorang wanita,
kembali bertemu dengan seorang kawan
lamanya melalu <i>social media. </i>Setelah
pertemuan mereka, sang pria merasa jatuh
hati kepada kawan lamanya yang bernama Nensi tersebut. Sayang sekali karena di kemudian hari Boynal
harus menerima kenyataan pahit bahwa Nensi telah bertunangan dengan pria
lain. Selanjutnya sudah dapat ditebak, <i>playboy
</i>yang tengah kena batunya itu kemudian patah hati dan depresi. Boynal lantas
menghabiskan waktu dengan melakukan segala hal buruk dan menikmati kehidupan
malam yang justru semakin membuatnya terperosok ke dalam jurang despresi yang
kian kelam. <o:p></o:p></span><br />
<span lang="SV"></span><br />
<a name='more'></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Tema yang seperti ini sebenarnya sudah
awam sekali ditemui, terlebih dalam tayangan FTV sehari-hari di televisi. Namun
tentu saja sebagai lakon komedi ”Nensi” jelas berhasil dalam upayanya membuat
penonton terbahak-bahak akan pola gerak dan tutur Ronald Tarakindo Rajagukguk,
bahkan sudah sejak sejak adegan-adegan awal pementasan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Apakah sekedar bualan seorang pemuda
<i>playboy </i>yang mengisi monolog ”Nensi”?
Tentu saja tidak. Sepertinya tidak akan berlebihan jika menganggap monolog ini
sebagai sebuah komedi tragis. Betapa tidak? Penonton yang sedari awal
melepaskan serentetan gelak tawa yang bergemuruh akhirnya diam terhenyak atau
bahkan terharu pada bagian akhir cerita. Ya, Boynal yang merasa begitu kecewa,
cemburu dan kalap terhadap Nensi akhirnya membunuh Nensi dengan kejamnya. Seusai
membunuh Nensi, ia menyimpan mayat perempuan yang amat dicintainya itu
bersamanya dan menghabiskan waktu berdua. Bahkan sesekali mengajak raga yang
tak lagi bernyawa itu bercanda. Sebuah akhir cerita yang memang tak diduga.
Cerita ini dengan kata lain menggiring para penonton pada sebuah tragedi yang
kejam dengan kelucuan-kelucuan sebagai pengantarnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Monolog ”Nensi” yang ditulis oleh
penulis lokal jelas memiliki ciri tersendiri dibandingkan karya-karya para
penulis lain –yang tidak berasal dari Sumatera Utara– yang kerap diadaptasi ke budaya lokal. Monolog
”Nensi” dengan sangat gamblang dapat
dicerna dan dimengerti sebab unsur ceritanya sendiri pun banyak berasal dari
lokal, yakni dari Medan. Seperti nama beberapa tempat yang begitu dikenal di Kota
Medan berulang kali disebutkan dalam cerita. Hal ini tentu saja membuat
penonton merasa ”tidak berjarak” dengan cerita. Ya, sudah sejak lama tentunya
banyak orang akan bersepakat bahwa unsur lokal sangat berpeluang baik akan
membuat sebuah karya lebih membumi dan diterima para penontonnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Poin menarik lainnya adalah
pertunjukan dengan menghadirkan lawakan segar dan dialog yang ringan memang
tampaknya telah lama dinanti oleh para penonton. Banyak anggapan yang muncul selama ini bahwa
pementasan monolog –teater pada umumnya– cenderung ”merepotkan diri sendiri”
dengan tema-tema yang berat dan sulit dicerna para penonton awam. Kiranya
menjadi pengingat juga bagi para pelaku pertunjukan bahwa tema-tema yang ringan
dan menghibur justru nampaknya lebih mudah menawan hati para awam sastra. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Lazimnya sebuah monolog yang
mengharuskan sang pemeran utama terus menerus berceracau dan berlakon seorang
diri, ”Nensi” juga membuat Ronald Tarakindo Rajagukguk melepaskan kalimat demi
kalimat nyaris tanpa jeda yang cukup berarti. Sehingga maklum jika kemudian pemeran
utama beberapa kali terlihat terengah-engah dan mengulang beberapa kata demi
menutupi buruknya artikulasi. Menyadari hal tersebut yang kiranya membuat Ronald
semakin terlihat tidak <i>enjoy</i> dan
tergesa-gesa dalam berperan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Ternyata tak selamanya ruang Sangar
Tari TBSU yang terbilang mini memberikan imbas yang buruk pada pementasan kali
ini. Di ruangan tersebut suara musik dan para pelakon justru lebih terdengar
lebih jelas dan bulat meski tanpa bantuan <i>sound-system
</i>yang cukup mumpuni. Juga jarak antara penonton dan para pelakon yang
terbilang dekat membuat pementasan lebih terasa nyata. Demikian juga tata lampu
yang beberapa kali dengan apiknya mampu mempertegas kesan pada setiap adegan
yang bergulir pada panggung. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Juga dengan tata panggung yang amat
sederhana, monolog ini tetap dapat mengalir dengan baik. Di bagian tengah
pementasan terdapat adegan sang pemeran utama menari dengan beberapa lelaki
yang berkostum wanita dengan musik <i>disco </i>yang
hingar bingar dan populer<i>. </i>Serta merta
penonton bergelak riuh. Semakin memperjelas bahwa ”Nensi” berhasil merebut hati
penontonnya dengan rentetan kekonyolan dan banyolan para pelakon. Tata musik
memang terbilang cerdik dengan melatari berbagai adegan dengan beberapa lagu
yang tengah populer sehingga cerita terkesan lebih hidup dan baru. Hal ini
tentu saja kurang senada dengan kostum para pelakon yang didominasi warna-warna
cerah yang justru mengingatkan pada gaya berpakaian era 80’an. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="SV"> Di tengah lesunya kancah teater
Sumatera Utara karena sepi peminat, berbagai usaha yang dilakukan setiap
sanggar untuk tetap bertahan dan eksis berkesenian memang patut mendapatkan
apresiasi yang tinggi. Demikian juga Sanggar Air Putih yang baru berumur dua
tahun ini tak ubahnya adalah cikal bakal yang harus membangun diri dan bertahan
dari banyak rintangan, sehingga dapat pula menjadi sebuah sanggar yang layak
diperhitungkan karena karya-karya apik dan penuh inovasi yang ditampilkan, guna
menyuguhkan wajah baru dan melakukan penyegaran pada ranah teater di Medan. <o:p></o:p></span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<span lang="IN"><br /></span>
<span lang="IN">Penulis adalah penikmat seni
pertujukan.</span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<b><i><span lang="IN"><br /></span></i></b></div>
<i>- Harian Waspada, Minggu, 21 Oktober 2012</i>Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-1915657802875187862012-09-23T22:13:00.002-07:002012-09-23T22:26:00.182-07:00Batas MimpiDiam hari seakan mengancam<br />
Berderap di ujung pintu<br />
Menghantar gelegar dan kilat menuju ritme kian suram<br />
<br />
Mestinya kau pahami<br />
Betapa ingin aku terhempas kembali pada masa itu<br />
Saat hujan membisikkan tanda,<br />
Sungguh aku dapat tinggal lebih lama<br />
Demi menekurimu berkisah<br />
Perihal persinggahan mimpi di sela petang<br />
<br />
Terkenang seorang teman dengan angan reinkarnasi<br />
<br />
Bila saja kita akan bernafas sekali lagi di kehidupan nanti,<br />
Jadilah kau kekasihku<br />
<br />
Nanti<br />
Ketika hujan mereda<br />
Tinggal gerimis tipis, menantang kita berlari ke jalan yang dibatasi sepi<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3cIagziyRqMX6mwCqsSaqLZT6-XLQpTSxB8neFcOTNNwPrPD64LEob-Y-VdxiwilpHkdmTyLlVh2gOXqYwmIjfYGM1YSbMzE0wSxTInkEWOMjhIsJDU0_Co6NpabSNEDQrircsVp5-ppk/s1600/564333_502059803155586_1598237040_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3cIagziyRqMX6mwCqsSaqLZT6-XLQpTSxB8neFcOTNNwPrPD64LEob-Y-VdxiwilpHkdmTyLlVh2gOXqYwmIjfYGM1YSbMzE0wSxTInkEWOMjhIsJDU0_Co6NpabSNEDQrircsVp5-ppk/s400/564333_502059803155586_1598237040_n.jpg" width="312" /></a></div>
<br />Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-13587762494014395052012-05-27T07:54:00.000-07:002012-05-28T03:15:26.777-07:00Seberkas Cahaya Anggun Itu Bernama Lilin<br />
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Malam ini aku akhirnya sadar,</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Sebuah lilin bisa jadi secantik ini</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Bergaun putih bersih, bermahkota merah menyala</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Berdiri anggun tanpa terlihat lemah</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Malam ini aku akhirnya sadar</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Sebatang lilin bisa jadi secantik ini</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Bukan pada sebuah jamuan mewah layaknya sinema</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Namun di sudut ruangan kecil</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Yang penuh sesak akan penat dan ricuhnya pemikiran tak
hendak lenyap</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Malam ini aku akhirnya merasa bahwa lilin</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Ternyata salah satu yang berharga yang kupunya</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Lewat kerlip kecilnya, ia telah mengajarkan aku bagaimana
menjadi penerang</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dan sekaligus menjadi pedar yang memberangus kegelisahan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Malam ini, sebentuk lilin kecil </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Menghanyutkan beberapa kecemasan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Seorang gadis yang rindu rumah </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dan belum juga terbiasa akan hujan yang bergemuruh</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Aku ingin jadi lilin </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Setidaknya bagimu</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Yang gelisah dan cemas tentang apa saja </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Yang gelap dan ditenggelamkan pekat</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<span style="font-family: inherit; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Aku
ingin jadi lilin</span><br />
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIviiFNNc7jTVMHGBJf5aY0N0_wjNqPG2rDNikYuHKi2ZK4SB_3P-UeMIwuUKwfFnPKTnnqeGLWC7bB5B6tPVHT0tBWTs1aZ8XC8QaA5CP3XODe8V8VqLTisKUnoP-Rl-EwDHLQN1E7dW1/s1600/candle_by_Deju+3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIviiFNNc7jTVMHGBJf5aY0N0_wjNqPG2rDNikYuHKi2ZK4SB_3P-UeMIwuUKwfFnPKTnnqeGLWC7bB5B6tPVHT0tBWTs1aZ8XC8QaA5CP3XODe8V8VqLTisKUnoP-Rl-EwDHLQN1E7dW1/s320/candle_by_Deju+3.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span>Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-44645571074737063762012-04-30T08:18:00.000-07:002012-04-30T08:35:42.861-07:00Mencatat Derai Angin<i>Biar hanya aku yang menafsir sedalam apa luka menjalar, dan garam menyihirnya kian nanar</i><br />
<div>
<br /></div>
<div>
Seribu filsuf akan membuatmu bijak</div>
<div>
Sejuta pujangga menangkap mozaik remah kata</div>
<div>
Meracik nestapa</div>
<div>
Menukar luka jadi hujan mimpi dan harap dalam ucap</div>
<div>
Selaksa noktah mengendap di hati,<br />
Bilakah jadi susunan larik memukau telinga yang mengirimkan teriakan pada mega? </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tapi siapa diantara keduanya</div>
<div>
Yang akan menerjemahkan duka dalam tawa yang membahana? </div>
<div>
Mengemasnya dengan kelakar? </div>
<div>
Menyibak satu singkap,</div>
<div>
Seseorang memilih merayakan tangis dengan tawa renyah<br />
<br />
Agaknya detik terlalu cepat untuk kita sekedar menghitung rasa takut dan gamang<br />
Dan mesti terus membaca arah hidup bak sungai yang enggan dibendung, mencari muaranya<br />
Kemudian jauh ke laut bebas<br />
Kiranya kan kau pahami arti hidup setulus kau melepas canda<br />
<br /></div>
<div>
- Kawan adalah mereka yang kerap mengenalkanmu semacam cara yang membuat darahmu menggelegak, hatimu kian mantap: sebuah semangat</div>
<div>
Kawan yang baik juga akan mengajarimu cara terbaik melazadfkan elegi sebagai tawa<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: -webkit-auto;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>How the winds are laughing<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>They laugh with all their might<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>Laugh and laugh the whole day through<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><i>And half the summer's night… (Joan Baez - Donna Donna) </i></span></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWF8J_ymacmfrayFay0MTne-DDHgX3_8Gp-_197GVDm4jvL1vgurhNAq9RTWpNWPxhqI9EUY7Ly2EV85spK1ntxjVYqhgbGIxe6XaZLD4Ux-4ng62i77uv_vU17d6oiaS9aWVND0j4INui/s1600/Mr.+Pinka+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWF8J_ymacmfrayFay0MTne-DDHgX3_8Gp-_197GVDm4jvL1vgurhNAq9RTWpNWPxhqI9EUY7Ly2EV85spK1ntxjVYqhgbGIxe6XaZLD4Ux-4ng62i77uv_vU17d6oiaS9aWVND0j4INui/s320/Mr.+Pinka+2.jpg" width="249" /></a></div>
</div>Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-80032773282542205102012-04-08T05:52:00.002-07:002012-04-15T20:10:48.656-07:00Di Dahan Yang Tak Hendak Retak<i>Meskipun secara "istilah" dan "konsep", saya lebih sering memutuskan hubungan dengan banyak orang</i><br />
<i>Namun sejujurnya saya lebih sering merasa ditinggalkan </i><br />
<br />
Dibalut ucap kaku nan dingin, senyum yang ku kira tak lagi menemui guna<br />
Dengan begitu, aku tak akan menafsir kemungkinan kejatuhan selanjutnya<br />
<br />
Aku mulai mengerti pola pikir mereka yang menepi, menikmati saja hidup yang mereka punya<br />
Tapi siapa bisa membantah,<br />
Sesiapa di dunia inginkan berakhir di titik luka...?<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjckfsl5Bw1exiI_nNJsOwuuYcCLlvJe5Puvomx0dSCCtXObEY30Mcus0eXNMGaeNnDB6Fg9jygqZglRyGOL51cev9kKou7DCnL0O5mltmSoWVmmkAQ_MDWlWNu1Kj7qbtLeRTf3w1lgQcj/s1600/hujanll.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjckfsl5Bw1exiI_nNJsOwuuYcCLlvJe5Puvomx0dSCCtXObEY30Mcus0eXNMGaeNnDB6Fg9jygqZglRyGOL51cev9kKou7DCnL0O5mltmSoWVmmkAQ_MDWlWNu1Kj7qbtLeRTf3w1lgQcj/s1600/hujanll.jpg" /></a> </div>Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-41968129725648678342012-03-10T07:06:00.002-08:002012-03-10T07:42:47.377-08:00Di Sisa HujanSebab kata-kata itu menjauh<br />Bersama tirisnya gerimis kemarin siang<br />Jika kau andaikan bait-baitku bak rinai hujan, <br />Inikah sebuah musim kering berkepanjangan?<br /><br />Dan nama-nama yang berganti<br />Atau harus diganti?<br /><br />Matahari yang kenalkanku hujan<br />Hanya memandang di kejauhan, aku lari ke tanah gersang<br />Hei, diam-diam aku membuat batasan sebelum nalarku semakin padam<br /><br />Diam-diam terus kuredam<br />Aku mencinta matahari yang mendekap bulanYosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-60963544250922929112012-02-21T05:52:00.006-08:002012-02-23T00:25:37.087-08:00Dialog Kabut: Hujan di Tepian KacaBeberapa kali waktu<br />Terjaga sebab beberapa bebunyian samar<br />Merembes dari arah jendela<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIHN1JhgkzsbTiloQe7YvXcwACeHTpI5jFYFSuoixb8R89NqYM0J_M5WihdF0Rbs7TT2IZ6tSqYhp-b5-2YGZU-mU0ZCWxOkhLV75WvV2trr79JoV7qY9BqOUdeM-KBmUR4Sv4wBxyYG13/s1600/kaca.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 299px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIHN1JhgkzsbTiloQe7YvXcwACeHTpI5jFYFSuoixb8R89NqYM0J_M5WihdF0Rbs7TT2IZ6tSqYhp-b5-2YGZU-mU0ZCWxOkhLV75WvV2trr79JoV7qY9BqOUdeM-KBmUR4Sv4wBxyYG13/s400/kaca.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5712244244956631186" /></a><br /><br />Suara tetesan itu adakalanya nyaring<br />Lain waktu terasa mencekam<br />Menyempurnakan sepi<br />Meningkahi dingin merasuk diam-diam<br /><br />Hujan dan kaca<br />Berdua<br />Menjadikan kabut di jendela:<br />Aku tak bisa melihat <br />Ke luar sanaYosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-30053113774129597372012-02-21T05:12:00.002-08:002012-02-21T05:51:57.239-08:00Senja Tak TerbacaSenja, satu kali di Desember<br /> <br />Bermula dengan garis sejajar<br />Menikung<br />Membentuk pola<br />Lantas huruf hidup<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio7Gm6ZkTmKT7hSkcOVJUMIY44USvSAflhno_3SWbYEYT-3tBomI9IIX0dHgq5oG6vruIQ1wxI2dyZU3AM_vlUUDrLsWRTjuQJ8AatiCTMW7SdXLmAA114ykPKknVzfvUJXMFVKOO7PsOx/s1600/301020_2014804569372_1221563863_31803634_108649170_a.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 180px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio7Gm6ZkTmKT7hSkcOVJUMIY44USvSAflhno_3SWbYEYT-3tBomI9IIX0dHgq5oG6vruIQ1wxI2dyZU3AM_vlUUDrLsWRTjuQJ8AatiCTMW7SdXLmAA114ykPKknVzfvUJXMFVKOO7PsOx/s400/301020_2014804569372_1221563863_31803634_108649170_a.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5711585844661323202" /></a><br /><br />Temaram adalah malam yang mengulurkan tangan<br />Bulan menyingkap, seperti ingin tahu<br />Apa gerangan yang membuat dia memberi tapal pembicaraan ?<br />Ataukah langit telah lebih dulu merajahkan<br />Lakon tentang kitab yang tak punya terjemahan ?<br /> <br />Ini kali bukan trilogi kisah waktu lalu<br />Yang di ruas-ruasnya ada pahlawan cerita<br />Super hero dalam skenario<br />Hingga<br />Tak jarang meriak senyum di ke-diaman<br />Pun penasaran tak berkesudahan<br /> <br />Mungkin hanya seberapa kelompok kata<br />Berulang kali diulang mencari pemaknaannya<br />Seribu kali kuguratkan peran,<br />Tak menepis kenyataan:<br /> <br />Tak tergambarkanYosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-14712211493903546412011-12-15T06:00:00.000-08:002015-03-25T00:01:37.010-07:00Kritik Tajam Lewat Lakon Komedi<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">Pementasan Opera ”Raja dan Ratu Air”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Oleh: Yosi Abdian Tindaon </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berbagai macam cara penyampaian kritik dapat dilakukan sedemikian rupa, tidak hanya dengan demonstrasi dan orasi besar-besaran di jalan raya, juga lewat pertunjukan opera dan lakon komedi. Ya, komedi! Teater Gelanggang Kreasi Seni Indonesia (Generasi) bekerjasama dengan Rumah Kata mempertegas anggapan tersebut. Lewat Opera ”Raja dan Ratu Air”, Teater Generasi mencoba ikut mengkritisi pola tingkah para petinggi dan pemegang kekuasaan yang cenderung serakah, egois, licik dan menggunakan segala cara dalam mengolah dan mendayagunakan sumberdaya alam yang tersedia demi kemakmuran dirinya sendiri. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHdfjrwJ-4Tm9UZs1aqfM8DZxYwOHY0M33asRBxltAcq6FaMzsVqk-MGkQ1RmCHLRNdtSq0UD7mLcg2CaD3IOeW-709P0pvzxGzlay9zYfxFJm9yhXIdtfyw1RNJPaXaufb_Ib4ZeV7dAQ/s1600/opera.jpg"><img alt="" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHdfjrwJ-4Tm9UZs1aqfM8DZxYwOHY0M33asRBxltAcq6FaMzsVqk-MGkQ1RmCHLRNdtSq0UD7mLcg2CaD3IOeW-709P0pvzxGzlay9zYfxFJm9yhXIdtfyw1RNJPaXaufb_Ib4ZeV7dAQ/s400/opera.jpg" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5686356524995132738" style="cursor: pointer; display: block; height: 300px; margin-bottom: 10px; margin-left: auto; margin-right: auto; margin-top: 0px; text-align: justify; width: 400px;" /></a><br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Keterangan foto:</span></div>
<span style="font-style: italic;"></span><br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-style: italic;">Lakon Opera ”Raja dan Ratu Air”, Jumat, 13 Mei 2011 di Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), Medan.</span></div>
<span style="font-style: italic;">
</span><br />
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berlangsung pada Jumat, 13 Mei 2011 di Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), Jalan Perintis Kemerdekaan No.33 Medan. Opera menampilkan beberapa aktor dan aktris muda yang tergabung dalam Sanggar Generasi Medan di antaranya Niena Winata, S. Yadhie, Cut Aida, Sutriono, Syahdi Azhari dan lain-lain. Opera diawali dengan musikalisasi puisi yang dibawakan siswa Sekolah Menengah Pertama dan dilanjutkan dengan mahasiswa FKIP UISU. Sebanyak tiga buah puisi dimusikalisasikan sebagai pembuka pertunjukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Opera ”Raja dan Ratu Air” yang ditulis oleh Idris Siregar dan disutradarai Suyadi San mengangkat cerita beralatar dua kerajaan yang saling memperebutkan sumber mata air yang terletak pada kerajaan Sang Ratu, namun diklaim juga sebagai milik Sang Raja. Perseteruan kian rumit sebab masing-masing utusan yang dikirim kedua belah pihak sebagai pencari informasi pihak lawan justru saling jatuh hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dimulai dengan sebuah lagu yang dibawakan para pelakon. Sayang, di awal pertunjukan, kelemahan pada bagian suara sudah terasa. Tak terelakkan, suara para pelakon yang bernyanyi terdengar sayup-sayup di antara bunyi alat musik yang mendominasi. Tampaknya para pelakon telah benar-benar berusaha menampilkan performa suara terbaik dengan artikulasi yang jelas, namun tak mengimbangi deru alat musik dan riuh penonton yang didominasi oleh para pelajar SMP dan SMA.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dijadwalkan sebagai opera yang mengusung komedi pada cerita yang ditampilkan, Teater Generasi nampaknya tidak begitu berhasil. Seumpama kendaraan yang ngadat , lajunya jadi tersendat. Penonton sesekali tertawa gelak karena dialog atau pola dan gerak pelakon yang bertingkah lucu di atas panggung. Tapi sayang, gelak tawa penonton tidak mendominasi opera. Sebagian besar penonton bahkan merasakan jenuh disebabkan dialog yang monoton dan pelakon asyik sendiri di atas panggung pertunjukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Harapan penonton untuk menyaksikan lakon komedi yang menghibur tak dapat terpenuhi. Niat utuk menampilkan kesegaran dalam kancah teater Medan –yang kerap kali mementaskan teater dengan ”keseriusan” dan ”kerumitan” – , Opera ”Raja dan Ratu Air” diibaratkan hidangan yang perlu ditanak lebih lama lagi agar benar-benar menghasilkan cita rasa yang nikmatnya tidak setengah-setengah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kemegahan biasanya tak lepas dan selalu bersinggungan dengan sebuah kerajaan. Demikian juga tata panggung Opera ”Raja dan Ratu Air” memperlihatkan dengan jelas keanggunan singgasana yang menawan, juga penuh warna-warna ceria. Pun begitu, tak menggambarkan konsep kerajaan secara detail.<br />
<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Ya, dengan menilik tata panggung dan kostum yang dikenakan para pelakon, penonton merasa disuguhi dengan Kerajaan antah berantah. Bagaimana tidak? Tak ada keseragaman kostum pelakon yang menunjukkan satu ciri khas tertentu. Pada kerajaan, Sang Raja mengenakan pakaian dengan nuansa cina, namun sang Penasehat Raja mengenakan kostum dengan nuansa Melayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak jauh berbeda dengan Kerajaan lainnya, Sang Ratu tampil cantik dengan kostum kerajaan Barat (victoria), sedangkan Sang Penasehat mengenakan kostum bernuansa Cina. Terlihat mencolok kemudian, ketika sang Wakil Panglima Kerajaan mengenakan kostum menyerupai kostum petugas keamanan dan jelas tak senada. Ataukah mungkin Opera ”Raja dan Ratu Air” berniat menampilakan penggabungan unsur dari beragam kebudayaan dan tampilan? Bisa jadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Selayaknya pertunjukan opera yang sering dihiasi oleh lagu, nyanyian dan deru alat-alat musik, beberapa musikalisasi puisi juga menghiasi jalannya pertunjukan kali ini. Sejumlah puisi dibawakan dengan apik oleh para pelakon diiringi berbagai alat musik. Diantaranya puisi Sutardji Calzoum Bachri dengan judul Tanah Airmata. </div>
<div style="text-align: justify;">
Kekurangjelasan dialog pada awal pertunjukan nampaknya disadari oleh para pelakon, hingga menjelang akhir pertunjukan para pelakon tampak benar-benar berusaha memaksimalkan volume dan artikulasi dalam dialog. Sayang, para penonton terlanjur jenuh oleh ketidakjelasan yang terasa di awal. Hal ini diperburuk oleh manajemen dan kordinasi sound system yang kurang jeli. </div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti halnya pertujukan sulap yang menghiasi tengah pertunjukan, pada bagian akhir pertunjukan dihadirkan kejutan yang tak kalah menariknyaa. Pangung menjelma lantai disco. Ya, modern dance yang dihadirkan sebagai wujud perayaan kemenangan kedua pihak yang bersengketa dapat dikatakan kurang sinkron dengan opera. Namun jelas, bagian ini berhasil dalam hal menarik kembali minat penonton untuk kembali menatap lekat ke arah panggung dengan gemuruh suara musik dan gerak lincah yang ditawarkan penari di atas pangggung.</div>
<div style="text-align: justify;">
Totalitas pada segi cerita dirasa kurang kentara. Dengan mengangkat kritik terhadap pemerintah yang semena-mena mengolah sumberdaya alam dan menaikkan harga semaunya, alangkah lebih baik apabila Opera ”Raja dan Ratu Air” juga menampilkan lakon rakyat yang menderita dan kesusahan sebagai wujud kontadiksi dengan kemewahan yang ditampilkan kedua Kerajaan. Juga sebagai penegasan akan keserakahan para pemegang kekuasaan yang berdampak buruk bagi rakyatnya. Sayang, Opera ”Raja dan Ratu Air” tak menampilkan lakon selain keanggunan serta kemewahan singgasana kedua kerajaan yang tanpa cela.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan berbagai hal yang perlu menjadi catatan pada pertunjukan kali ini, Teater Generasi diharapkan dapat terus menghadirkan kesegaran dan inovasi dalam kancah teater Medan yang didominasi tema-tema serius dan ”rumit” dalam mengisi panggung. Opera ”Raja dan Ratu Air” adalah salah satu pembelajaran dan anak tangga demi pencapain yang lebih baik dan pertunjukan yang lebih menghibur namun ”tajam” selanjutnya. Semoga!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penulis adalah mahasiswa FBS Universitas Negeri Medan dan</div>
<div style="text-align: justify;">
penikmat seni pertujukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">- Harian Waspada, Minggu, 29 Mei 2011</span></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-76619742850609707612011-12-15T05:47:00.000-08:002015-03-25T00:06:53.412-07:00Menyingkap Kesepian Apresiasi<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">Workshop Musikalisasi Puisi di USU</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Oleh: Yosi Abdian Tindaon </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ungkapkan dengan kata, pertegas dengan bunyi. Demikian yang dapat disarikan pada ”Workshop/ Pelatihan Musikalisasi Puisi Guru SMP/ SMA dan Mahasiswa Se-kota Medan dan Sekitarnya” yang berlangsung pada Jumat dan Sabtu 18-19 Maret 2011 mulai pukul 09.00 s/d 17.00 WIB di ruang serbaguna Fakultas Sastra USU.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pelatihan ini dilaksanakan atas kerjasama: Komunitas Musikalisasi Puisi (KOMPI) Medan, Departemen Etnomusikologi,Fakutas Sastra USU, dan Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni USU.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pelatihan terbilang komplit dari segi materi. H. Fredie Asri memaparkan pengalaman menggeluti musikalisasi puisi bersama sanggarnya, Sanggar Matahari. Hasan Al Banna membahas ide dalam puisi. Drs. Irwinsyah Harahap, M.A berbagi pandangan akan seni dan kebudayaan dan pengalaman beliau dalam musikalisasi puisi. Tahan Perjuangan Manurung, S.Sn cenderung menjelaskan komposisi musik dalam musikalisasi puisi. Dan Ahmad Arief Tarigan, S.sn yang turut menjelaskan musikalisasi puisi ditinjau dari istilah dan metodenya.<br />
<br /></div>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguLEjNa79mlDq_f89ob3ynAQ_0GJ5XHv25KsgdEfKJgIVCj7xIQV8fBev0uAa8qdz2oPaWF8OPKj76eySClN2jvBA5ym2tTtFRKCRy_23RjnAvYlAV7YD_RoaWjNdMXDn-2G7_0DlkUlBF/s1600/USU.jpg"><img alt="" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguLEjNa79mlDq_f89ob3ynAQ_0GJ5XHv25KsgdEfKJgIVCj7xIQV8fBev0uAa8qdz2oPaWF8OPKj76eySClN2jvBA5ym2tTtFRKCRy_23RjnAvYlAV7YD_RoaWjNdMXDn-2G7_0DlkUlBF/s400/USU.jpg" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5686353155177877474" style="cursor: pointer; display: block; height: 300px; margin-bottom: 10px; margin-left: auto; margin-right: auto; margin-top: 0px; text-align: justify; width: 400px;" /></a><br />
<div style="text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Keterangan foto:</span></div>
<span style="font-style: italic;"></span><br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-style: italic;">Para pemateri: Hasan Al Banna (Kiri), Tahan Perjuangan Manurung, S.Sn, H. Fredie Asri, dan Ahmad Arief Tarigan, S.sn dalam ”Workshop Musikalisasi Puisi” di USU, Jumat – Sabtu (18-19/ 12)</span></div>
<span style="font-style: italic;">
</span>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seni rupa-rupanya telah kehilangan identitasnya. Demikian kalimat Drs. Irwansyah Harahap, M.A. Ya, perubahan besar-besaran telah terjadi pada seni belakangan ini. Zaman membawa kita pada suasana yang penuh kebaruan. Apresiasi terhadap seni berubah-ubah karena adanya revolusi pasar. Seni menjelma produk atau komoditi. Industrialisasi seni mengikis habis ide seni yang lebih dalam dan membuatnya menjadi pasaran. Esensi seni hilang ditelan zaman yang sempit dan membunuh kreatifitas orang-orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Memang, terdapat paradigma yang mengucilkan bidang kesenian belakangan ini. Memandang bidang kesenian sebagai suatu hal perlu dikesampingkan dan tidak dapat disejajarkan dengan disiplin ilmu lainnya. Sayangnya pandangan itu tumbuh subur di negara berkembang seperti Indonesia ketika negara-negara di Eropa justru melakukan hal sebaliknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
Seperti halnya tema yang diangkat pihak penyelenggara pada pelatihan kali ini ”Membangun Karakter dan Kepribadian Lewat Berkesenian”, bila ditilik lebih jauh, seni adalah satu sarana untuk menemukan keseimbangan dalam hidup. Manusia dapat menyampaikan segala sesuatu lewat toreh estetika. Seni diharapkan akan membentuk para generasi yang berkarakter dan berkepribadian dalam menjalani hidup. Memahami nilai-nilai keindahan dan melakukan perenungan makna setiap mosaik kehidupan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Seni maupun sastra juga telah membuktikan eksistensinya sebagai perekam sejarah. Sebab tak jarang bahkan sebuah peradaban diabadikan dalam berbagai bentuk karya seni dan sastra yang masih dapat kita temukan hingga saat ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Maka dari itu, perlunya diadakan sebuah pengenalan yang lebih mendalam pada bidang kesenian yang terbilang sunyi. Guna menghadirkan sebuah inovasi baru yang lebih berkarakter sebagai sarana penyampaian pesan yang sarat nilai estetika. Yaitu musikalisasi puisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Relatif. Banyak pendapat yang timbul perihal istilah dan pengertian musikalisasi puisi pada termin diskusi. Selain karena bayaknya perbedaan persepsi, juga karena adanya anggapan bahwa musikalisasi puisi sebenarnya sudah ada sejak beberapa waktu lalu. Terlihat dari berbagai tradisi kedaerahan pada beberapa suku di Indonesia yang menyerupai musikalisasi puisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak perlulah kiranya memperdebatkan istilah yang tak ada habisnya. Yang terpenting adalah berkarya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa musikalisasi puisi adalah suatu bentuk penyajian puisi dengan dibacakan, dilagukan/ dinyanyikan, diiringi musik, dan disertai bunyi (baik bunyi yang konvensional maupun inkonvensional).</div>
<div style="text-align: justify;">
Musikalisasi puisi sendiri dimaksudkan untuk memasyarakatkan puisi sebagai karya sastra, meningkatkan mutu pengajaran apresiasi sastra dan juga sebagai sarana penunjang ide berkesenian. Peserta pelatihan yang terdiri dari para mahasiswa dan guru diharapkan akan dapat membentuk pemahaman dan diskusi lanjutan perihal musikalisasi puisi setelah mengikuti pelatihan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Selanjutnya pelatihan dititikberatkan pada penciptaan musikalisasi puisi. Termin diskusi berlangsung akrab dan santai. Berbekal penjelasan oleh pemateri, para peserta pelatihan diminta untuk menciptakan suatu karya musikalisasi puisi bersama kelompok yang ditentukan. Dalam hitungan jam, terciptalah beberapa karya musikalisasi puisi dari para peserta.</div>
<div style="text-align: justify;">
Satu hal yang menjadi catatan dalam musikalisasi puisi bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita memahami makna dan maksud sebuah puisi sehingga kita dapat menyandingkan musik atau bunyi yang sinkron dengan isi puisi. Niat yang baik saja tidaklah cukup. Diperlukan sebuah usaha yang lebih lagi karena musikalisasi puisi sejatinya dihadirkan untuk menguatkan pemahaman terhadap suatu puisi sehingga harus dihindarkan kesembronoan dalam memilih bunyi. Perlu adanya alasan yang kuat dalam pemilihan musik.</div>
<div style="text-align: justify;">
Boleh jadi para peserta akan meragukan pemateri dan penyelenggara yang berpanjang lebar menjelaskan musikalisasi puisi tanpa mempertunjukkan kebolehan mereka. Untuk itu, pada akhir acara KOMPI Medan dan beberapa pemateri menunjukkan kepiawaian mereka dalam musikalisasi puisi. Meski sebenarnya beberapa orang pemateri juga telah lebih dulu memusikalisasikan beberapa puisi di sela-sela penyampaian materi. Dengan iringan alat-alat musik tradisional, musikalisasi puisi yang ditampilkan KOMPI Medan memang terdengar semarak dan berbeda.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan harapan akan berkembangnya musikalisasi puisi di ranah yang lebih luas, juga ranah pendidikan, ”Workshop Musikalisasi Puisi” di USU terbilang sukses mengenalkan lebih dalam perihal musikalisasi puisi yang sepi peminat. Besar harapan kiranya salah satu bidang kesenian ini tidak ikut-ikutan latah terkikis esensinya oleh industrialisasi seni yang kian menjadi. Semoga!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia</div>
<div style="text-align: justify;">
di FBS Unimed</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">- Harian Waspada, Minggu, 27 Maret 2011</span></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-57794624426327192832011-12-15T05:23:00.000-08:002015-03-25T00:22:03.145-07:00Dari Komunitas Hingga Gelar Sastrawan<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">Omong-omong Sastra di Binjai</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Oleh: Yosi Abdian Tindaon </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kediaman yang asri milik salah satu sastrawan Sumatera Utara, Saripuddin Lubis di Binjai, ternyata tak menjamin sebuah diskusi akan berlangsung dingin dan sejuk. Diskusi mengenai komunitas sastra mungkin tak akan ada habisnya. Pembicara, bahkan masing-masing peserta memiliki pendapat yang berbeda soal topik pembicaraan. Setidaknya hal itu akan terlihat pada ”Omong-omong Sastra” yang diadakan pada Minggu, 6 Maret 2011 sejak pukul 11.00 WIB. ”Omong-omong Sastra” merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan para sastrawan Medan (Sumatera Utara). Konon, wadah diskusi antar para sastrawan ini sudah berlangsung sejak 35 tahun yang lampau. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtyNrwBtF6OR4DBToa0RCaD1J6_6Kx86XvJlez-ukvVetgn2zg0PrkvXySnpTXy8XL1vQSsns1WfKPwPnU6KqFhafpz7Hz_YlosdPYefhHgqg_EnrzhIsBIFG6dwBArOFWFYKf_9d0G93f/s1600/oos.jpg"><img alt="" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtyNrwBtF6OR4DBToa0RCaD1J6_6Kx86XvJlez-ukvVetgn2zg0PrkvXySnpTXy8XL1vQSsns1WfKPwPnU6KqFhafpz7Hz_YlosdPYefhHgqg_EnrzhIsBIFG6dwBArOFWFYKf_9d0G93f/s400/oos.jpg" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5686348359152290562" style="cursor: pointer; display: block; height: 273px; margin-bottom: 10px; margin-left: auto; margin-right: auto; margin-top: 0px; text-align: justify; width: 400px;" /></a><br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">Keterangan foto:</span></div>
<span style="font-style: italic;"></span><br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-style: italic;">Damiri Mahmud (kanan), Wahyu Wiji, Afrion dan Yulhasni dalam “Omong-omong Sastra” di Binjai.</span></div>
<span style="font-style: italic;">
</span><br />
<blockquote>
</blockquote>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Acara diskusi ini berlangsung secara periodik (tergantung waktu dan kesempatan) dari rumah ke rumah. Sejumlah sastrawan tampak hadir pada diskusi kali ini seperti; Damiri Mahmud, D. Rivai Harahap, Sulaiman Sambas, M. Raudah Jambak, Hasan Al Banna, Nasib TS, Norman Tamin, Idris Siregar, M. Yunus Rangkuti, Herni Fauziah serta beberapa penulis muda lainnya. Diskusi berlangsung sekitar 4 jam dan dimeriahkan juga dengan pertunjukan musikalisasi puisi yang dibawakan dengan sangat apik oleh siswa SMAN 2 Binjai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Afrion ditunjuk forum sebagai pemandu dua pembicara: Yulhasni (pengamat sastra) dan Wahyu Wiji Astusti (penulis dan penggiat komunitas). Yulhasni menyodorkan tema komunitas sastra di Sumut. Selanjutnya, Wahyu Wiji Ayu banyak menyinggung topik sastra kontemporer. Kedua pembicara menyampaikan pemikirannya dengan apik meskipun lebih banyak membaca makalahnya hingga lembar terakhir. Diskusi yang berkembang selanjutnya lebih dititikberatkan pada masalah komunitas sastra.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ya, Yulhasni lewat makalahnya mengurai satu kenyataan yang kemudian dianggap sebagai masalah. Komunitas sastra belakangan memang tengah berkembang dengan pesat di Sumatera Utara, terutama di beberapa kampus yang memiliki beberapa komunitas sekaligus. Beliau merasakan fakta bahwa komunitas sastra yang tersebar di Medan belakangan ini hanyalah sebagai wujud perayaan penciptaan karya dan berkumpulnya penulis sastra tanpa melakukan perubahan besar demi kemajuan ranah sastra Medan. Bagi Yulhasni, suatu kelompok kesusatraan sebenarnya dilahirkan untuk sebuah kelahiran baru bagi genre sastra itu sendiri. Beliau bernasihat kritis betapa sebaiknya komunitas sastra harus memiliki ideologi dan mencipta sesuai ideologi yang diusung. Dan perlunya komunitas-komunitas melakukanpenolakan hegemoni yang tidak sesuai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai salah satu peserta diskusi, Dani Sukma A.S berpendapat lain. Dia menuduh pembicara melupakan hal yang paling mendasar tentang alasan seseorang memilih masuk ke dalam sebuah komunitas sastra. Tentu ingin mengetahui bagaimana cara menulis sastra yang baik dan bagaimana agar dapat mengembangkan kemampuan menulisnya. Pembentukan sebuah komunitas penulis kampus adalah juga sebuah upaya pembuktian bahwa seorang sarjana mampu menulis serta bersastra dan tidak hanya bergelut dengan bidang akademisi semata. Bayangkan, bagaimana ketika kemudian penulis pemula disodori dengan ideologi?</div>
<div style="text-align: justify;">
Damiri Mahmud lain pula. Damiri menyatakan bahwa inovasi pada ranah sastra tidak harus melalui gebrakan dan penemuan genre baru. Melainkan yang lebih penting adalah bagaimana seorang sastrawan dapat terus menulis dan memberikan pencerahan bagi semua orang tanpa harus terpatok pada genre penciptaan dan akhirnya melakukan kemunafikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, Wahyu dalam makalahnya menjelaskan ihwal puisi kontemporer yang belakangan marak dibicarakan dan ditulis oleh beberapa penyair muda. Secara pribadi Wahyu menjunjung tinggi kebebasan dalam menulis dan berekspresi. Meskipun begitu, banyak penulis muda lainnya masih merasa bahwa puisi konvensional lebih indah karena mudah dimengerti dan sederhana hingga pesan yang terkandung akan dapat ditangkap oleh pembaca. Dalam Komunitas Penulis Anak Kampus (KOMPAK) yang diketuainya, Wahyu menggiring anggotanya untuk terlebih dahulu menekuni proses penciptaan puisi konvensional.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hakikatnya, kedua topik yang dibahas pada “Omong-omong Sastra” berkaitan erat. Pembahasan ‘kemeriahan’ komunitas sastra di Medan diharapkan melahirkan sebuah gebrakan baru atau bahkan genre baru dalam ranah kesusastraaan yang akhir-akhir ini dianggap monoton. Ulasan Wahyu tentang sastra kontemporer juga terkait langsung dalam kesemarakan kesastraan itu sendiri. Sastra kontemporer (dalam konteks kebaruan ideologi) itulah yang mungkin ditagih Yulhasni dari pena para penulis yang berkhidmat di komunitas-komunitas sastra di Medan yang berpusat di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU).</div>
<div style="text-align: justify;">
Kebebasan pada hakikatnya adalah milik semua orang. Juga milik setiap penulis, baik dari segi penyampain maupun dari segi isi. Besar harapan, kiranya para sastrawan tidak terlena akan kebebasan yang dimilikinya. Sehingga tidak semata-mata memamerkan keahlian dan kekreatifan yang luar biasa sehingga tak jarang sebuah puisi sama sekali tidak dapat diinterpretasi dengan mudah oleh para pembaca. Hal ini dapat dengan mudah terlihat. Bahkan para mahasiswa Jurusan Sastra akan mengalami kesulitan untuk memaknainya. Lantas bagaimana dengan para pembaca awam lainnya? Dan benarkah sudah tersedia banyak sastrawan yang mampu menjelaskan dengan benar akan makna yang sebenarnya dari puisi-puisi yang menyimpang tersebut?</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada akhirnya tidak dapat dielakkan bahwa puisi-puisi kontemporer dengan permainan bahasa serta tipografi sedemikian rupa, terkadang justru menimbulkan kebingungan dan tentu saja akan ditinggalkan masyarakat. Yang lebih diperlukan bangsa kita pada saat ini adalah karya sastra yang sederhana, komunikatif, mudah dicerna dan tentu saja mengandung pesan-pesan pencerahan. Dengan demikian juga dapat menumbuh kembangkan minat mengapresiasi sastra oleh masyarakat luas.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Tentu saja kehadiran komunitas-komunitas penulis di Medan layaknya disambut baik, sebab dari komunitas-komunitas itulah diharapkan melahirkan para sastrawan yang berkarakter. Ideologi yang diharapkan tumbuh di setiap komunitas bisa saja makin kokoh seiring berjalannya waktu dan proses kreativitas anggota komunitas. Pun demikian, tidaklah sebuah komunitas diharuskan memiliki sebuah ideologi dalam menulis atau berkarya, karena justru akan membatasi perjalanan hasil sastra.</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, tidak seharusnya komunitas menjadi tempat bergantung para penulis sehingga akan membunuh kemandirian penulis itu sendiri. Kelak penulis yang sangat bergantung pada komunitasnya akan rikuh ketika harus terjun sendiri tanpa bantuan komunitas. Belenggu komunitas juga kian rapat karena pada akhirnya tak jarang penulis kurang bersosialisasi dan merasa eksklusif dengan komunitasnya. Seolah tak membutuhkan dunia lain di luar komunitas. Komunitas agaknya bukan sarana pembaptisan bagi calon sastrawan. Seperti halnya penyataan ekstrem Yulhasni yang mengatakan bahwa TBSU juga menjelma sebagai arena baptis seseorang menjadi sastrawan. </div>
<div style="text-align: justify;">
Begitupun, kedua pemikiran demikian di atas tetap bisa didebat. Terkhusus pernyataan Yulhasni yang dituding beberapa peserta diskusi berlebihan. Betapa tidak? Banyak orang yang berkunjung ke TBSU untuk masuk ke proses pembelajaran aneka seni, terutama sastra.</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun, dangkal juga jika kemudian pernyataan Yulhasni ditelan begitu saja. Manalah ada asap tanpa api? Yulhasni tak mungkin berpendapat sedemikian rupa tanpa bukti-bukti dan kenyataan yang ditemui di lapangan sebab beliau juga termasuk orang yang sering ”singgah” di TBSU. Apakah memang terdapat banyak orang yang mengakui diri sebagai sastrawan setelah sering berkunjung dan berdiskusi ke TBSU? Boleh jadi!</div>
<div style="text-align: justify;">
Segelintir orang yang terganggu pernyataan kontroversial tersebut setidaknya haruslah bertanya pada diri sendiri. Selanjutnya mencoba memberikan penyanggahan dengan menelurkan karya-karya nyata dan tidak hanya berlalu lalang di TBSU semata.</div>
<div style="text-align: justify;">
Demikianlah, ”Omong-omong Sastra” kali ini benar-benar menggiring kita untuk menjejaki ranah berpikir yang belum pernah kita injak sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia</div>
<div style="text-align: justify;">
di FBS Unimed</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;"> - Harian Waspada, Minggu, 13 Maret 2011</span></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-2776877639140620992011-12-15T04:55:00.001-08:002015-03-25T00:15:29.613-07:00Kemelut Yang Merubungi Telinga<div style="text-align: justify;">
<span style="font-weight: bold;">Visualisasi Puisi Di TBSU</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">Oleh: Yosi Abdian Tindaon</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak hanya melahirkan banyak penderitaan dan kesedihan, ternyata berbagai kemelut dan bencana yang terjadi di negara kita juga dapat memekakkan telinga. Setidaknya hal tersebutlah yang terasa di menit-menit awal pertunjukan ”Visualisasi Puisi” oleh Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Medan, hingga melumpuhkan kenyamanan telinga sebagian besar penonton. Dentuman soundsystem nampaknya terlampau perkasa meskipun gedung utama merupakan arena terbesar di Taman Budaya Sumatera Utara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNPGVqvJerunYcinceNMlns5F2kQqzZ_h6sjuFvfS1pxprdRzGeN19rudLwETNX-nERBu81FLOumQQRPulXdAB91dgis-BoKyoJyRHAF6xjpySM_xyWv-wQOVMXjY8D67zeD1QFvEwdP0K/s1600/abc.jpg"><img alt="" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNPGVqvJerunYcinceNMlns5F2kQqzZ_h6sjuFvfS1pxprdRzGeN19rudLwETNX-nERBu81FLOumQQRPulXdAB91dgis-BoKyoJyRHAF6xjpySM_xyWv-wQOVMXjY8D67zeD1QFvEwdP0K/s320/abc.jpg" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5686339846086558962" style="cursor: pointer; display: block; height: 214px; margin-bottom: 10px; margin-left: auto; margin-right: auto; margin-top: 0px; text-align: justify; width: 320px;" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
”Visulisasi Puisi” yang berlangsung pada Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Utara, Rabu, 15 Desember 2010 lalu dipentaskan dengan latar panggung yang cukup megah berupaya mengajak penonton untuk sejenak merenungkan dan menyadari berbagai persoalan yang melanda negeri ini. Pertunjukan ”Visulisasi Puisi” dibuka dengan puisi Chairil Anwar berjudul ”Persetujuan dengan Bung Karno”, dilanjutkan dengan beberapa puisi karya Idris Pasaribu, Juhendri Chaniago, Sakinah Annisa Mariz, Sidrata Emha, H. Ahmadun Yosi Herfanda, dan Antilan Purba. </div>
<div style="text-align: justify;">
Melalui visualisasi seperti ini, selain menyaksikan penyampaian yang berbeda dalam berpuisi—kerpa dalam bentuk deklamasi atau baca puisi—,kita dapat menyaksikan sejarah kecil pergolakan serta rentetan bencana yang belakangan agaknya sering berkunjung ke negara kita. Sejarah yang dirangkum lewat lirik-lirik tajam, puitis, pedih, ditingkahi pola gerak dan tari serta musik dan tentu saja mengandung pesan nasionalisme yang kental dan pengaduan pilu kepada Sang Pencipta alam.<br />
<br />
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penataan panggung yang cukup anggun pada pertunjukan ini terlihat kurang diimbangi kualitas pertunjukan yang mengetengahkan berbagai kemelut dan bencana di tanah air sejak perjuangan kemerdekaan hingga saat ini. Sayangnya, ketidaktelitian dalam penataan panggung tak selesai sampai disitu, beberapa perlengkapan pertunjukan serupa jala yang diletakkan pada lantai panggung nyatanya beberapa kali mengganggu langkah para pemain yang menari-nari dan berpuisi. Kian kentara sebab beberapa dari mereka merasa terganggu dan mempelihatkannya dengan jelas. Sejumlah penonton untuk beberapa saat lebih tertarik dengan pemandangan itu ketimbang visulisasi puisi. </div>
<div style="text-align: justify;">
Selanjutnya, seorang penjahit yang terbiasa dengan kain dan benang akan kewalahan jika tiba-tiba diminta untuk mengaspal jalan raya. Bahkan seorang penyair belum tentu dapat membaca puisi dengan baik. Demikian juga dengan adanya pemain pertunjukan yang kelihatannya tidak direncanakan dengan matang muncul di panggung, pada akhirnya akan menimbulkan suasana yang berbeda dan tak terduga. Setidaknya hal itulah yang terlihat saat novelis Kirana Kejora—yang dijadwalakan akan launching novel terbarunya—turut serta unjuk diri di penghujung pertunjukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Panggung menjelma arena sayembara pembacaan puisi sebab kemampuan dan kekuatan masing-masing pemain pertunjukan jelas sekali perbedaannya. Maka tercipta sebuah grafik naik turun akan ukuran kemampuan para pemain visualisasi kali ini. Pada bagian tertentu penonton berdecak kagum pada pelakon yang membacakan puisi dengan baik, meski tanpa clip on. Seperti halnya Sidrata Emha yang memvisulisasikan karyanya dengan judul Asa Dalam Lahar Mentari, tampil memukau dan rileks tanpa bantuan clip on. Dan tak sekali pula penonton menghela nafas menyaksikan pelakon dengan clip on namun tak tampak lebih baik.</div>
<div style="text-align: justify;">
Penggunaan clip on pada para pemain ternyata tidak diikuti oleh manajemen suara yang baik. Clip on yang bertujuan agar suara para pemain terdengar jelas, ditambah dengan pembacaan puisi yang cenderung emosional dan dipenuhi teriakan hampir di tiap puisi justru memperkeruh keadaan. Dan sekali lagi, menguatkan kekurangtelitian penyelenggara dalam hal manajemen suara. Artikulasi justru tertangkap samar-samar, hilang ditelan teriakan yang membahana di seluruh ruang pertunjukan. Para pemain memilih kekuatan intonasi serta penyampaian menggebu-gebu ketimbang memperkuat mimik serta bahasa tubuh, padahal pertunjukan yang berlangsung adalah visulisasi bukan musikalisasi yang dititik beratkan pada suara. Usaha dan persiapan yang dilakukan guna menampilkan pertunjukan terbaik akhirnya berujung pada reaksi penonton yang sedikit terganggu. Usaha memperkeras suara berubah memperburuk suasana. </div>
<div style="text-align: justify;">
Pun begitu, perpindahan puisi yang satu dengan puisi yang lainnya terlihat cukup rapi dan kerap diiringi lagu-lagu dan tarian, sebagian besar diantaranya adalah lagu nasional dan juga lagu yang legendaris yang menyimpan kenangan yang kuat pada masa-masa tertentu pergolakan di tanah air. Pada bagian ini, pertunjukan sedikit banyak berhasil membangkitkan rasa nasionalisme penonton serta merta menggoda ingatan dengan gegap gempita tari dan musik, serta lagu nasional yang saat telah jarang ditemui kecuali pada upacara bendera. </div>
<div style="text-align: justify;">
Sayangnya, beberapa kali terlihat bahwa para pemain tidak cepat tanggap pada lampu sorot yang menyala di tengah panggung yang mengharuskan mereka bervisualisasi dibawahnya. Beberapa pemain termasuk Kirana Kejora tidak lantas melakukan pergerakan kecil menuju cahaya lampu. Cahaya lampu menjelma kemubaziran di tengah pertunjukan. Sempat juga terjadi kepanikan kecil ketika salah satu pemain bergerak memutari panggung dan tanpa sengaja menabrak perlengkapan panggung yang beresiko jatuhnya properti yang tidak kecil tersebut. Penonton dihinggapi cemas. Sementara itu, penutupan pertunjukan sama halnya dengan pembukaan pertunjukan, menampilkan visualisasi yang diramaikan dengan bendera diiringi lagu nasional dan tak lupa tarian serta gerak lincah para pemain yang menjadi ciri khas pertunjukan kali ini. </div>
<div style="text-align: justify;">
Kesempurnaan memang tak akan pernah terjamah oleh kita sebagai ciptaan-Nya. Namun alangkah baiknya jika usaha untuk menyempurnakan segala sesuatunya dilakukan secara maksimal sehingga memperkecil kemungkinan kesalahan yang terjadi pada pertunjukan. Pun demikian, apresiasi tertinggi patut di diberikan pada KSI Medan yang telah mampu menghadirkan kemelut dan bencana dengan cukup indah dan emosional dalam usaha pengumpulan sumbangan spirit bagi bangsa Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penulis adalah mahasiswa FBS Universitas Negeri Medan, </div>
<div style="text-align: justify;">
dan penikmat seni pertunjukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;"> - Harian Waspada, Minggu, 26 Desember 2010</span></div>
Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-68234148580637455232011-06-26T22:11:00.000-07:002011-12-16T02:40:32.003-08:00Sekali ini saja. Tuhan, Berjanjilah.......<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcjlcvgr3P4dONj-E-3bpp07V2xjFoAV4dmdGUypkV-qLNhqKe0l7-Gyc9PV4dHCbaoQx_pEhmQ0qms_t7AN0D5Cgo1mo7mYn7jEClr4hLgfArk9GqxkGWqH-pzA5ZRUCwCF0Xnj48nZkd/s1600/no+matter.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 157px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcjlcvgr3P4dONj-E-3bpp07V2xjFoAV4dmdGUypkV-qLNhqKe0l7-Gyc9PV4dHCbaoQx_pEhmQ0qms_t7AN0D5Cgo1mo7mYn7jEClr4hLgfArk9GqxkGWqH-pzA5ZRUCwCF0Xnj48nZkd/s320/no+matter.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5622764024190515314" /></a><br />Belajar dari jalan-jalan yang menikung<br />Dan dari apa saja yang tak lurus-lurus saja dalam hidup ini<br /> <br />Baru saja kupanjatkan doa,<br />Untuk Tuhan menyampaikan semua rasa rinduku demi melihatmu dan berbincang denganmu<br />Cerita apa yang tak kubagi?<br />Riang sekecil apa yang tak hendak kuceritakan?<br />Keluhan seperti apa yang akan membuat kau menutup telinga?<br />Diamku yang sebagaimana yang tak kau mengerti?<br />Dan berulangkali kau tinggalkan aku sendiri, sebab kau paham, kali ini tangisku bukanlah jangkauanmu<br /> <br />Sakit sesakit apa yang membuat kau tetap terjaga hingga mentari menari dan lelap lagi?<br />Sepatah apa aku menyerah?<br />Langkah beratku yang mana yang tak kau tuntun jua?<br /> <br />Perih berpuluh jarum yang menusuk kulit,<br />Tak sepadan dengan nanar mataku memandangimu lelah menungguku melangkah<br /> <br />Sejak beberapa waktu lalu aku membaca lukisan-lukisan tak nyata pada pinggir-pinggir hujan<br />Pada petang yang menjerang<br />Membawa gelap ke pangkuan purnama<br /> <br />Siklus hidup kita begitu-begitu saja<br />Kita lahir<br />Hidup<br />Tersenyum<br />Menangis<br />Tertawa<br /> <br />Bahagia, derita adalah dua sisi yang tetap bersama<br /> <br />Dan akhirnya menemui tiada<br /> <br />Kengerian akan makna penghabisan bukanlah esensi hidup yang paling pantas untuk ditakutkan<br />Tapi, kesiaan tak terelakkan, meski diluar kendaliku,<br />Adalah alasan yang kerap membuat mengutuk diri sendiri<br /> <br />Aku saja<br />Aku lelah<br />Jangan mendahului<br /> <br />Berjanjilah.....<br /> <br />IbuYosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-45944798274047855692011-06-26T22:09:00.000-07:002011-06-26T22:11:09.015-07:00Terus mencari meski esok mentari pergi, Sudut tepi menjelang abadi itu cuma mimpiMaaf karena aku bukanlah filsuf yang kata-katanya senantiasa bijaksana<br /><br />Maaf untuk tidak menjadi malaikat yang menyampaikan pesan-pesan indah<br />Sedang aku, sarkasme nyata<br /><br />Maaf juga, jika puisiku kehilangan puitisnya<br />Cerminan diri dengan ego yang begitu tinggi<br />Dan belum lagi bisa memanusiakan manusia dengan barisan kata<br /><br />Kontemplasiku memang seputar rasa sakit dan pedar duka<br />Tapi aku bukanlah<br />Seniman kata yang sakit jiwa<br /><br />Kucipta puisi berakar pisau<br />Jangan kau eja bila tak mau luka<br /><br />Baiklah<br />Itu sajaYosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-4974475514820014232011-02-13T08:27:00.000-08:002011-06-26T22:20:38.550-07:00Sepi itu antara mati dan tidak mati. Hidup!<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://a7.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash4/260117_1774684166512_1221563863_31565690_195966_n.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 600px; height: 480px;" src="http://a7.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash4/260117_1774684166512_1221563863_31565690_195966_n.jpg" border="0" alt="" /></a><br />Apa yang membuatku diam?<br />Tentu saja karena merasa tak perlu kita bicara<br /><br />Apa yang membuatku menjauh, justru ketika orang-orang mendekat?<br />Karena mereka buta, tak akan menerima ada adanya<br />Yang tertangkap mata hanyalah indah<br />Seolah sempurna<br />Yang sebenarnya adalah bongkahan rapuh yang menunggu luruh<br /><br />Aku benci penolakan<br />Baiknya aku yang melakukan<br />Daripada ditinggalkan?<br />Melukai lebih baik ketimbang terluka<br />Maaf saja, seluruh tubuh penuh gores berdarah<br /><br />Apa yang membuatku menutup telinga dengan nada?<br />Kalian terlalu banyak memuntahkan sampah<br />Semakin banyak tau, semakin kotor aku<br /><br />Apa yang membuat aku mengunci rapat-rapat pintu sepanjang hari?<br />Basa-basi mereka itu itu saja sepanjang waktu<br />Basi<br /><br />Apa yang membuat aku ketakutan?<br />Karena sendiri dan kesepian yang menjadi pilihan melahirkan kegelisahan baru<br />Bukannya tenang<br /><br />Apa yang membuat aku menangis tertahan?<br />Ketika rindu<br />Ketika kehilangan<br />Ketika sakit dan membayangkan mati<br />Tentunya aku belum punya alasan yang kuat untuk membenarkan pilihanku untuk sendiri di sudut kamar<br />Diam<br />Menikmati nada<br />Tersenyum<br /><br />Kiranya aku sedang mencari sebuah pembenaran<br />Yang terkadang terasa kupaksakanYosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9032661005887011871.post-32267434687181433112010-12-19T01:36:00.000-08:002010-12-19T01:38:37.420-08:00Kupinjamkan kau cermin, Jangan lupa kembalikanKupinjamkan sajalah kau cermin<br />Biar bisa akau lihat coreng moreng di wajahmu<br />Tak kan kentara di meja rias mewah<br />Yang ada lima mungkin di tiap rumah kau punya<br /><br />Kupinjamkan sajalah kau cermin<br />Agar terlihat matamu<br />Rupa yang serupa iblis melahap semua benda tak bersisa<br />Mulutmu tak ubahnya gua <br />Hingga tiada cukupnya kau telan yang tak seharusnya<br /><br />Langkah sepatumu akan perdengarkan jerit lapar kami<br />Baju mahalmu bertahtahkan air mata darah derita kaum papa<br />Mobil mewahmu, jelmaan buku dan pena yang tak pernah di jamah<br />Anak kecil yang berdendang di lampu merah<br />Rumahmu akan ujarkan pekikan sakit tak terobati sejuta orang tak berharta<br /><br />Kupinjamkan kau cermin, jangan lupa kembalikan<br />Satu-satunya yang kupunya<br />Setidaknya akan memuatmu menemukan diri yang hakiki<br /><br />Kupinjamkan kau cermin!Yosi Abdian Tindaonhttp://www.blogger.com/profile/08983092434223943079noreply@blogger.com2