Kamis, 15 Desember 2011

Menyingkap Kesepian Apresiasi

Workshop Musikalisasi Puisi di USU
Oleh: Yosi Abdian Tindaon

Ungkapkan dengan kata, pertegas dengan bunyi. Demikian yang dapat disarikan pada ”Workshop/ Pelatihan Musikalisasi Puisi Guru SMP/ SMA dan Mahasiswa Se-kota Medan dan Sekitarnya” yang berlangsung pada Jumat dan Sabtu 18-19 Maret 2011 mulai pukul 09.00 s/d 17.00 WIB di ruang serbaguna Fakultas Sastra USU.
Pelatihan ini dilaksanakan atas kerjasama: Komunitas Musikalisasi Puisi (KOMPI) Medan, Departemen Etnomusikologi,Fakutas Sastra USU, dan Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni USU.
Pelatihan terbilang komplit dari segi materi. H. Fredie Asri memaparkan pengalaman menggeluti musikalisasi puisi bersama sanggarnya, Sanggar Matahari. Hasan Al Banna membahas ide dalam puisi. Drs. Irwinsyah Harahap, M.A berbagi pandangan akan seni dan kebudayaan dan pengalaman beliau dalam musikalisasi puisi. Tahan Perjuangan Manurung, S.Sn cenderung menjelaskan komposisi musik dalam musikalisasi puisi. Dan Ahmad Arief Tarigan, S.sn yang turut menjelaskan musikalisasi puisi ditinjau dari istilah dan metodenya.


Keterangan foto:

Para pemateri: Hasan Al Banna (Kiri), Tahan Perjuangan Manurung, S.Sn, H. Fredie Asri, dan Ahmad Arief Tarigan, S.sn dalam ”Workshop Musikalisasi Puisi” di USU, Jumat – Sabtu (18-19/ 12)

Seni rupa-rupanya telah kehilangan identitasnya. Demikian kalimat Drs. Irwansyah Harahap, M.A. Ya, perubahan besar-besaran telah terjadi pada seni belakangan ini. Zaman membawa kita pada suasana yang penuh kebaruan. Apresiasi terhadap seni berubah-ubah karena adanya revolusi pasar. Seni menjelma produk atau komoditi. Industrialisasi seni mengikis habis ide seni yang lebih dalam dan membuatnya menjadi pasaran. Esensi seni hilang ditelan zaman yang sempit dan membunuh kreatifitas orang-orang.
Memang, terdapat paradigma yang mengucilkan bidang kesenian belakangan ini. Memandang bidang kesenian sebagai suatu hal perlu dikesampingkan dan tidak dapat disejajarkan dengan disiplin ilmu lainnya. Sayangnya pandangan itu tumbuh subur di negara berkembang seperti Indonesia ketika negara-negara di Eropa justru melakukan hal sebaliknya.




Seperti halnya tema yang diangkat pihak penyelenggara pada pelatihan kali ini ”Membangun Karakter dan Kepribadian Lewat Berkesenian”, bila ditilik lebih jauh, seni adalah satu sarana untuk menemukan keseimbangan dalam hidup. Manusia dapat menyampaikan segala sesuatu lewat toreh estetika. Seni diharapkan akan membentuk para generasi yang berkarakter dan berkepribadian dalam menjalani hidup. Memahami nilai-nilai keindahan dan melakukan perenungan makna setiap mosaik kehidupan.
Seni maupun sastra juga telah membuktikan eksistensinya sebagai perekam sejarah. Sebab tak jarang bahkan sebuah peradaban diabadikan dalam berbagai bentuk karya seni dan sastra yang masih dapat kita temukan hingga saat ini.
Maka dari itu, perlunya diadakan sebuah pengenalan yang lebih mendalam pada bidang kesenian yang terbilang sunyi. Guna menghadirkan sebuah inovasi baru yang lebih berkarakter sebagai sarana penyampaian pesan yang sarat nilai estetika. Yaitu musikalisasi puisi.
Relatif. Banyak pendapat yang timbul perihal istilah dan pengertian musikalisasi puisi pada termin diskusi. Selain karena bayaknya perbedaan persepsi, juga karena adanya anggapan bahwa musikalisasi puisi sebenarnya sudah ada sejak beberapa waktu lalu. Terlihat dari berbagai tradisi kedaerahan pada beberapa suku di Indonesia yang menyerupai musikalisasi puisi.
Tak perlulah kiranya memperdebatkan istilah yang tak ada habisnya. Yang terpenting adalah berkarya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa musikalisasi puisi adalah suatu bentuk penyajian puisi dengan dibacakan, dilagukan/ dinyanyikan, diiringi musik, dan disertai bunyi (baik bunyi yang konvensional maupun inkonvensional).
Musikalisasi puisi sendiri dimaksudkan untuk memasyarakatkan puisi sebagai karya sastra, meningkatkan mutu pengajaran apresiasi sastra dan juga sebagai sarana penunjang ide berkesenian. Peserta pelatihan yang terdiri dari para mahasiswa dan guru diharapkan akan dapat membentuk pemahaman dan diskusi lanjutan perihal musikalisasi puisi setelah mengikuti pelatihan.
Selanjutnya pelatihan dititikberatkan pada penciptaan musikalisasi puisi. Termin diskusi berlangsung akrab dan santai. Berbekal penjelasan oleh pemateri, para peserta pelatihan diminta untuk menciptakan suatu karya musikalisasi puisi bersama kelompok yang ditentukan. Dalam hitungan jam, terciptalah beberapa karya musikalisasi puisi dari para peserta.
Satu hal yang menjadi catatan dalam musikalisasi puisi bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita memahami makna dan maksud sebuah puisi sehingga kita dapat menyandingkan musik atau bunyi yang sinkron dengan isi puisi. Niat yang baik saja tidaklah cukup. Diperlukan sebuah usaha yang lebih lagi karena musikalisasi puisi sejatinya dihadirkan untuk menguatkan pemahaman terhadap suatu puisi sehingga harus dihindarkan kesembronoan dalam memilih bunyi. Perlu adanya alasan yang kuat dalam pemilihan musik.
Boleh jadi para peserta akan meragukan pemateri dan penyelenggara yang berpanjang lebar menjelaskan musikalisasi puisi tanpa mempertunjukkan kebolehan mereka. Untuk itu, pada akhir acara KOMPI Medan dan beberapa pemateri menunjukkan kepiawaian mereka dalam musikalisasi puisi. Meski sebenarnya beberapa orang pemateri juga telah lebih dulu memusikalisasikan beberapa puisi di sela-sela penyampaian materi. Dengan iringan alat-alat musik tradisional, musikalisasi puisi yang ditampilkan KOMPI Medan memang terdengar semarak dan berbeda.
Dengan harapan akan berkembangnya musikalisasi puisi di ranah yang lebih luas, juga ranah pendidikan, ”Workshop Musikalisasi Puisi” di USU terbilang sukses mengenalkan lebih dalam perihal musikalisasi puisi yang sepi peminat. Besar harapan kiranya salah satu bidang kesenian ini tidak ikut-ikutan latah terkikis esensinya oleh industrialisasi seni yang kian menjadi. Semoga!

Penulis adalah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
di FBS Unimed

- Harian Waspada, Minggu, 27 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar